|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Kunci sebuah pelayanan terletak pada Visi, kasih dan kuasa dari Tuhan.
|
|
|
|
|
|
|
|
DITULIS OLEH |
|
Ibu Ribkah E. Christanti |
|
Kontributor |
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » ’Pasien Baru, Ya?’ |
|
’Pasien Baru, Ya?’ |
|
Selasa, 06 Oktober 2015 | Tema: Menjangkau Yang Terhilang |
|
|
|
|
|
’Pasien Baru, Ya?’ |
|
1 Korintus 13:1-7 |
|
|
|
|
|
|
Kira-kira 16 tahun yang lalu, Bapak mengajak saya untuk mengunjungi rumah temannya di Solo. Ketika kami masuk di rumah tersebut, kami melihat ada 4 orang perempuan duduk di depan sedang bercengkerama sambil menikmati segelas susu. Di ssisi yang lain ada seorang perempuan yang berdiri mematung seperti pasang kuda-kuda dalam bela diri. Dalam hati saya mulai curiga dan bertanya-tanya: Siapa mereka? Tempat apa ini? Belum terjawab pertanyaan itu, saya sangat kaget ketika seorang perempuan yang tadinya duduk di depan, tiba-tiba menghampiri saya dan dengan senyum ia berkata, “Mbak, pasien baru ya?” Saya semakin bingung, tempat apa ini? Tak lama teman Bapak mempersilakan kami masuk. Setelah mengobrol beberapa saat, barulah saya tahu, itulah pelayanan teman bapak saya.
Mereka, suami istri terpanggil melayani orang-orang gila. Tidak hanya mereka yang dengan sengaja di bawa oleh keluarganya, namun Pak Titus dan Bu Arta pun sering berkeliling untuk mencari orang-orang gila yang sudah menggelandang, yang mengamuk di jalanan, yang sudah telanjang, bahkan tidak jarang mereka temukan orang gila dalam keadaan hamil. Mereka membuatkan semacam asrama terpisah bagi pria dan wanita. Mereka memandikan, membersihkan, memberi makan, memberi pakaian, mendisiplin dan selalu mengajak mereka un...selengkapnya » |
Kira-kira 16 tahun yang lalu, Bapak mengajak saya untuk mengunjungi rumah temannya di Solo. Ketika kami masuk di rumah tersebut, kami melihat ada 4 orang perempuan duduk di depan sedang bercengkerama sambil menikmati segelas susu. Di ssisi yang lain ada seorang perempuan yang berdiri mematung seperti pasang kuda-kuda dalam bela diri. Dalam hati saya mulai curiga dan bertanya-tanya: Siapa mereka? Tempat apa ini? Belum terjawab pertanyaan itu, saya sangat kaget ketika seorang perempuan yang tadinya duduk di depan, tiba-tiba menghampiri saya dan dengan senyum ia berkata, “Mbak, pasien baru ya?” Saya semakin bingung, tempat apa ini? Tak lama teman Bapak mempersilakan kami masuk. Setelah mengobrol beberapa saat, barulah saya tahu, itulah pelayanan teman bapak saya.
Mereka, suami istri terpanggil melayani orang-orang gila. Tidak hanya mereka yang dengan sengaja di bawa oleh keluarganya, namun Pak Titus dan Bu Arta pun sering berkeliling untuk mencari orang-orang gila yang sudah menggelandang, yang mengamuk di jalanan, yang sudah telanjang, bahkan tidak jarang mereka temukan orang gila dalam keadaan hamil. Mereka membuatkan semacam asrama terpisah bagi pria dan wanita. Mereka memandikan, membersihkan, memberi makan, memberi pakaian, mendisiplin dan selalu mengajak mereka untuk beribadah setiap harinya. Waktu itu, kami ditunjukkan tempat mereka tidur, ada sebuah bangunan besar di belakang rumah yang waktu itu menampung sekitar 100 orang gila. Yang membuat saya diberkati, mereka melakukan semua dengan biaya sendiri dan mereka mengangkat anak-anak orang gila tersebut, memelihara, mendidik dan menyayanginya seperti anak mereka sendiri.
Pengalaman itu memberi pelajaran penting tentang pelayanan yang sesungguhnya bagi saya. Orientasi mereka bukan materi, tapi jiwa. Berapa banyak orang yang mau “tombok” [Jawa, artinya menambah jumlah uang] dalam pelayanan? Berapa banyak yang mau menyentuh orang yang sudah beberapa bulan tidak mandi, bau kencing dan kotoran? Berapa banyak orang yang mau mendekati orang gila yang mengamuk, lalu dengan penuh wibawa menenangkan mereka dan merangkul mereka? Jika bukan karena visi, kasih dan kuasa dari Tuhan, tiada seorang pun bisa melakukan inti pelayanan yang sesungguhnya. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|