|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Tidak ada salahnya jika kita berkaca pada Wahyu 2:5, “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukan lagi apa yang semula engkau lakukan...” |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Bebas Membusuk |
|
Bebas Membusuk |
|
Senin, 01 Mei 2017 |
|
|
|
|
|
Bebas Membusuk |
|
Yeremia 2:1-13; Matius 5:13 |
|
|
|
|
|
|
Orang menyebut zaman ini adalah zaman kebangkitan Islam dalam berbagai fenomenanya. Di sisi lain, kekristenan sedang mengalami kemunduran yang kian parah. Sudah lama terjadi di Eropa dan mungkin sedang terjadi di negeri kita sekarang ini. Meski Gereja-Gereja masih ramai dikunjungi oleh jemaat pada Hari Minggu. Tetapi apakah masih ada roh yang menyala-nyala untuk Tuhan dalam ibadah dan dalam hidup kita?
Bukankah gejalanya terbalik saat ini. Dahulu rohaniwan dan jemaat begitu menaruh perhatian pada kondisi kerohaniannya. Doa dilakukan dengan sungguh-sungguh kerap kali dengan mencucurkan air mata karena penyesalan akan dosa atau kerinduan mengenal kehendak Tuhan. Namun saat ini fenomena seperti itu justru kita lihat dari saudara-saudara kita, umat Islam. Mereka berdoa sungguh-sungguh sambil menangis karena merasa belum dapat melaksanakan kehendak Allah. Dahulu pemuda-pemudi Kristen dikenal mempunyai etos belajar dan etos kerja yang gigih karena “dibakar” semangat hidup untuk Tuhan. Saat ini justru pemuda dan pemudi Muslim yang mengambil alih keuletan itu. Sebaliknya pemuda dan pemudi kita lebih suka mencari kemudahan dan kenyamanan dengan “dugem rohani” yang miskin esensi iman. Dahulu kabar baik dapat disebarkan karena banyak orang Kristen yang mau berkorban ha...selengkapnya » |
Orang menyebut zaman ini adalah zaman kebangkitan Islam dalam berbagai fenomenanya. Di sisi lain, kekristenan sedang mengalami kemunduran yang kian parah. Sudah lama terjadi di Eropa dan mungkin sedang terjadi di negeri kita sekarang ini. Meski Gereja-Gereja masih ramai dikunjungi oleh jemaat pada Hari Minggu. Tetapi apakah masih ada roh yang menyala-nyala untuk Tuhan dalam ibadah dan dalam hidup kita?
Bukankah gejalanya terbalik saat ini. Dahulu rohaniwan dan jemaat begitu menaruh perhatian pada kondisi kerohaniannya. Doa dilakukan dengan sungguh-sungguh kerap kali dengan mencucurkan air mata karena penyesalan akan dosa atau kerinduan mengenal kehendak Tuhan. Namun saat ini fenomena seperti itu justru kita lihat dari saudara-saudara kita, umat Islam. Mereka berdoa sungguh-sungguh sambil menangis karena merasa belum dapat melaksanakan kehendak Allah. Dahulu pemuda-pemudi Kristen dikenal mempunyai etos belajar dan etos kerja yang gigih karena “dibakar” semangat hidup untuk Tuhan. Saat ini justru pemuda dan pemudi Muslim yang mengambil alih keuletan itu. Sebaliknya pemuda dan pemudi kita lebih suka mencari kemudahan dan kenyamanan dengan “dugem rohani” yang miskin esensi iman. Dahulu kabar baik dapat disebarkan karena banyak orang Kristen yang mau berkorban harta, tenaga, bahkan nyawa. Saat ini kita memble karena sibuk membangun “kerajaan sendiri” dan bukannya kerajaan Allah. Sebaliknya saudara-saudara Muslim makin getol berdakwah berapapun harga yang harus mereka bayar, mereka siap berkorban.
Tuan Joko Ndokondo memperhatikan gejala-gejala umum ini. “Kita sedang meluncur bebas membusuk,” kata sang tuan resah, “meskipun lambat tetapi pasti apalagi jika kita tidak menyadari betapa dalamnya kita telah jatuh.” Seperti kondisi pembusukan yang terjadi pada bangsa Israel pada zaman Nabi Yeremia. Pembusukan terjadi karena imam, nabi, dan umat Allah tidak lagi mencari Allah dengan sungguh-sungguh. Mereka menganggap pengenalan akan Allah sebagai sesuatu yang tidak penting. Tiap orang sibuk memikirkan dirinya sendiri dan dengan urusan pribadinya masing-masing. Sehingga tak ayal kedurhakaan dan perbuatan jahat terjadi di sana. Dalam bahasa Perjanjian Baru, umat Allah gagal menjadi garam yang mengawetkan dan sebaliknya malah meluncur bebas dalam pembusukan itu sendiri. “Semoga hal ini tidak terjadi di Gereja kita dan di Indonesia,” harap Tuan Joko Ndokondo. Kali ini Tuan Joko Ndokondo tak mampu memberikan kata-kata penutup seperti yang biasa dia sampaikan. Ia memilih untuk menundukkan diri dan tenggelam dalam doa kepada Tuhan.
Jemaat yang terkasih, tidak semua malapetaka terjadi begitu saja. Ada yang mulai dari gejala kecil namun kita abaikan. Oleh karena itu marilah kita mulai mendeteksi kerohanian kita. Apakah kita masih sungguh-sungguh mencari Tuhan? Sungguh-sungguh berdoa? Sungguh-sungguh belajar firman-Nya? Sungguh-sungguh rela berkorban untuk-Nya? Semoga kita bangkit dan tidak sedang bebas membusuk. Terpujilah Tuhan!
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|