|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Belas kasih adalah sikap hati yang harus diperjuangkan kepada orang-orang miskin.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Belas Kasih Atau Rasa Kasihan? |
|
Belas Kasih Atau Rasa Kasihan? |
|
Kamis, 29 Mei 2014 | Tema: The Compassion of Jesus |
|
|
|
|
|
Belas Kasih Atau Rasa Kasihan? |
|
Lukas 16:19-31 |
|
|
|
|
|
|
Suatu kali Parminto (nama karangan) melihat seorang ibu muda cacat sedang menawarkan koran, tepatnya di lampu “bangjo” Arteri-Tlogosari. Ibu muda itu memang sering terlihat di situ hampir setiap pagi. Tidak saja dilihatnya, tetapi ibu muda itu juga mendekatinya dan menawarkan koran. Timbulah rasa kasihan di hati Parminto, yang akhirnya menggerakkan tangannya untuk merogoh uang recehan dari sakunya, dan dibelilah koran itu karena dorongan rasa kasihan.
Lain hari, Parminto juga berhenti di tempat yang sama, “bangjo” Arteri-Tlogosari. Ada pengemis yang sedang “ber-acting” memohon belas kasih kepada siapa saja yang ada di dekatnya ketika lampu “bangjo” sedang merah. Parminto di situ, dekat pengemis itu, tetapi Parminto tidak bergeming sedikitpun. Parminto laksana patung di mata pengemis itu, “boro-boro” merogoh recehan, menatap wajahnyapun tidak.
Saudara, bukankah banyak orang Kristen sering bersikap seperti Parminto itu? Kadang hati kita mudah muncul perasaan iba kepada orang miskin, apalagi yang juga cacat, tetapi di lain waktu hati kita begitu beku ketika menatap orang miskin, seperti orang kaya terhadap Lazarus. Seola...selengkapnya » |
Suatu kali Parminto (nama karangan) melihat seorang ibu muda cacat sedang menawarkan koran, tepatnya di lampu “bangjo” Arteri-Tlogosari. Ibu muda itu memang sering terlihat di situ hampir setiap pagi. Tidak saja dilihatnya, tetapi ibu muda itu juga mendekatinya dan menawarkan koran. Timbulah rasa kasihan di hati Parminto, yang akhirnya menggerakkan tangannya untuk merogoh uang recehan dari sakunya, dan dibelilah koran itu karena dorongan rasa kasihan.
Lain hari, Parminto juga berhenti di tempat yang sama, “bangjo” Arteri-Tlogosari. Ada pengemis yang sedang “ber-acting” memohon belas kasih kepada siapa saja yang ada di dekatnya ketika lampu “bangjo” sedang merah. Parminto di situ, dekat pengemis itu, tetapi Parminto tidak bergeming sedikitpun. Parminto laksana patung di mata pengemis itu, “boro-boro” merogoh recehan, menatap wajahnyapun tidak.
Saudara, bukankah banyak orang Kristen sering bersikap seperti Parminto itu? Kadang hati kita mudah muncul perasaan iba kepada orang miskin, apalagi yang juga cacat, tetapi di lain waktu hati kita begitu beku ketika menatap orang miskin, seperti orang kaya terhadap Lazarus. Seolah hati kita tidak pernah konsisten terhadap orang miskin, kadang muncul rasa kasihan, kadang beku, risih setengah mati, seperti sikap orang kaya terhadap Lazarus, beku.
Tetapi bagaimana mungkin Yesus bisa tetap konsisten terhadap orang miskin? Jawabnya, karena “perasaan kasihan” dan “belas kasih” itu berbeda! Sikap Parminto terhadap ibu muda cacat tadi hanya sekedar rasa kasihan yang bisa berubah setiap saat. Memang demikianlah rasa kasihan itu selalu muncul tiba-tiba, atau gerakan hati sesaat. Namun sikap konsisiten Yesus yang harus kita teladani adalah Dia melakukan “politik” Kerajaan Allah dengan sadar, enak atau tidak enak, harus menolong terhadap orang miskin. Misi terhadap orang miskin harus dilakukan dengan sikap hati yang konsisiten, itulah sikap hati Kristus, yang senantiasa memperjuangkan nasib orang miskin (ptokhoi). Itulah “belas kasih”. Jika Anda hanya memiliki rasa kasihan itu masih lumayan, masih bisa diubah menjadi sikap hati seperti Yesus yaitu belas kasih. Jangan seperti orang kaya dalam Lukas 16:19-31, “boro-boro” belas kasih, rasa kasihan saja tidak ada! |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|