|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Ketaatan kepada kehendak Tuhan lebih penting daripada sekedar menuruti kesenangan diri sendiri atau kemauan orang lain. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Berani Mengambil Resiko |
|
Berani Mengambil Resiko |
|
Senin, 03 Agustus 2015 | Tema: Bermental Prajurit Berhati Hamba |
|
|
|
|
|
Berani Mengambil Resiko |
|
Yeremia 28:1-17 |
|
|
|
|
|
|
“Minggu ini banyak jemaat yang pulang dari kebaktian dengan wajah mrengut”, kata Sambey. “Lha kok bisa begitu?” tanya Benay sambil mengaduk teh hangat yang ia hidangkan untuk menemani obrolan mereka. “Aku menduga mungkin karena kotbah Pdt. Andrey yang kecut”, kata Sambey. “Kecut bagaimana? Kok seperti bau ketekku saja”, komentar Benay. Sambey menjelaskan isi kotbah Pdt. Andrey yang berisi peringatan bahwa tahun-tahun ke depan kondisi bangsa Indonesia akan semakin memburuk jika pemerintah dan seluruh elemen masyarakat tidak mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Ketidakmampuan itu dibuktikan dengan kemiskinan yang makin menjadi-jadi, kesenjangan ekonomi-sosial yang makin melebar, kebijakan yang tidak adil, kejahatan korupsi merajalela, dan lain-lain.
“Lho, kok beda dengan kotbah Pdt. Itong dua minggu yang lalu?” kata Benay. “Pdt. Itong menyatakan bahwa tahun-tahun ke depan bangsa Indonesia akan mencapai tingkat kemakmuran yang luar biasa dan menjadi mercusuar dunia. Bahkan ia mengatakan bahwa ia mendapatkan pewahyuan itu langsung dari Tuhan melalui penglihatan. Terus yang benar itu yang mana?” Menurut Sambey menentukan siapa yang benar dan salah tidak mudah. Tetapi kotbah Pdt. Andrey patut diapresiasi. Ia berani menyampaikan kotbah berdasarkan Alkitab meskipun itu tidak populer, yaitu tidak sekedar menina-bobokan jemaat dengan janji-janji kemakmuran a...selengkapnya » |
“Minggu ini banyak jemaat yang pulang dari kebaktian dengan wajah mrengut”, kata Sambey. “Lha kok bisa begitu?” tanya Benay sambil mengaduk teh hangat yang ia hidangkan untuk menemani obrolan mereka. “Aku menduga mungkin karena kotbah Pdt. Andrey yang kecut”, kata Sambey. “Kecut bagaimana? Kok seperti bau ketekku saja”, komentar Benay. Sambey menjelaskan isi kotbah Pdt. Andrey yang berisi peringatan bahwa tahun-tahun ke depan kondisi bangsa Indonesia akan semakin memburuk jika pemerintah dan seluruh elemen masyarakat tidak mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Ketidakmampuan itu dibuktikan dengan kemiskinan yang makin menjadi-jadi, kesenjangan ekonomi-sosial yang makin melebar, kebijakan yang tidak adil, kejahatan korupsi merajalela, dan lain-lain.
“Lho, kok beda dengan kotbah Pdt. Itong dua minggu yang lalu?” kata Benay. “Pdt. Itong menyatakan bahwa tahun-tahun ke depan bangsa Indonesia akan mencapai tingkat kemakmuran yang luar biasa dan menjadi mercusuar dunia. Bahkan ia mengatakan bahwa ia mendapatkan pewahyuan itu langsung dari Tuhan melalui penglihatan. Terus yang benar itu yang mana?” Menurut Sambey menentukan siapa yang benar dan salah tidak mudah. Tetapi kotbah Pdt. Andrey patut diapresiasi. Ia berani menyampaikan kotbah berdasarkan Alkitab meskipun itu tidak populer, yaitu tidak sekedar menina-bobokan jemaat dengan janji-janji kemakmuran atas nama Tuhan.
Perang nubuat terjadi antara Nabi Yeremia dan Nabi Hananya. Keduanya sama-sama berbicara atas nama Tuhan semesta alam. Nabi Hananya menubuatkan kemenangan gilang-gemilang Israel atas Babel dalam waktu dua tahun ke depan [ayat 2, 10-11]. Sebaliknya Nabi Yeremia menubuatkan kekalahan dasyat yang akan dialami bangsanya sendiri oleh kekuatan Babel [ayat 12-14]. Bahkan Bait Allah akan diruntuhkan karena ketidaktaatan mereka [26:6-11]. Sikap konsisten pada kehendak Tuhan ini mendatangkan risiko pada diri Nabi Yeremia. Ia menjadi tidak populer karena memberitakan kehancuran bangsanya sendiri. Lebih dari itu nyawanya terancam oleh penguasa agama yang tidak suka akan nubuat miringnya itu. Risiko ini dapat dipahami karena penguasa politik dan agama maupun rakyat Israel lebih suka mendengarkan nubuat yang menyukakan hati mereka dan yang tidak menuntut pertobatan.
Jemaat yang terkasih, kita cenderung suka memberitakan atau mendengarkan kotbah yang menyukakan hati kita dan orang lain. Jika apa yang menyukakan itu sesuai dengan kehendak Tuhan tentu tidaklah salah. Tetapi kadangkala kehendak Tuhan bertentangan dengan kemauan kita atau tidak menyukakan orang lain. Dalam kondisi ini mana yang kita pilih? Bersediakah kita mengambil risiko untuk memilih taat pada kehendak Tuhan daripada menuruti kesenangan diri sendiri atau kemauan orang lain? Marilah kita belajar memilih taat pada kehendak Tuhan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|