|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Kehidupan yang kita jalani di luar dinding gereja adalah sama pentingnya dengan kehidupan di dalam gereja.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Di Balik Dinding Gereja |
|
Di Balik Dinding Gereja |
|
Sabtu, 01 Agustus 2015 | Tema: Bermental Prajurit Berhati Hamba |
|
|
|
|
|
Di Balik Dinding Gereja |
|
Kolose 4:5-6 |
|
|
|
|
|
|
Bakul nasi ayam itu hanya bisa melongo mendengar rentetan kecaman yang dialamatkan kepadanya. Pagi-pagi begini. Dikiranya serombongan orang yang menyerbu dagangannya itu akan mengawali rezeki yang berlimpah untuk sepanjang hari. Ternyata ... uang yang didapat tak seberapa, malah pagi-pagi begini ia sudah digelontor tajamnya kecaman. Nasi ayamnya katanya kemahalanlah. Porsinya terlalu pelitlah. Bumbunya tak sedaplah. Sendok plastiknya terlalu tipislah. Lipatan ’pincuk’nya kurang rapilah. Astagaaa. Sabar.
Belum lagi hilang kegusaran si bakul nasi ayam, datang lagi sekelompok ibu yang menghampiri dagangannya. Duh. Jangan-jangan mau ngomel-ngomel juga nih. ’Kenapa, Mbok? Kok pagi-pagi begini kayak orang bingung,’ gurau salah satu dari para ibu itu. ’Ohhh, ndak apa-apa, Bu. Cuma kaget saja, pagi-pagi sudah diomel-omeli dengan kasar oleh rombongan itu.’ Jari si bakul nasi ayam menunjuk serombongan orang yang baru saja berlalu dari situ.
Olala. Ternyata kedua kelompok itu saling mengenal. Lha wong berasal dari gereja yang sam...selengkapnya » |
Bakul nasi ayam itu hanya bisa melongo mendengar rentetan kecaman yang dialamatkan kepadanya. Pagi-pagi begini. Dikiranya serombongan orang yang menyerbu dagangannya itu akan mengawali rezeki yang berlimpah untuk sepanjang hari. Ternyata ... uang yang didapat tak seberapa, malah pagi-pagi begini ia sudah digelontor tajamnya kecaman. Nasi ayamnya katanya kemahalanlah. Porsinya terlalu pelitlah. Bumbunya tak sedaplah. Sendok plastiknya terlalu tipislah. Lipatan ’pincuk’nya kurang rapilah. Astagaaa. Sabar.
Belum lagi hilang kegusaran si bakul nasi ayam, datang lagi sekelompok ibu yang menghampiri dagangannya. Duh. Jangan-jangan mau ngomel-ngomel juga nih. ’Kenapa, Mbok? Kok pagi-pagi begini kayak orang bingung,’ gurau salah satu dari para ibu itu. ’Ohhh, ndak apa-apa, Bu. Cuma kaget saja, pagi-pagi sudah diomel-omeli dengan kasar oleh rombongan itu.’ Jari si bakul nasi ayam menunjuk serombongan orang yang baru saja berlalu dari situ.
Olala. Ternyata kedua kelompok itu saling mengenal. Lha wong berasal dari gereja yang sama. Sama-sama aktif melayani pula. Waduh. Kok begitu sih Jadi ikut malu atas rekan sepelayanan yang pagi-pagi bukannya menabur berkat malah menabur kecaman tajam kepada orang lain.
Sesungguhnya setiap interaksi kita dengan orang lain adalah kesempatan bagi kita untuk menjadi berkat. Bahasa tubuh, mimik wajah dan tutur kata kita adalah sarana untuk memperkenalkan Kristus yang tinggal di dalam kita. Bagaimana mungkin kita menjadi berkat dan menjadi saksi bagi orang yang belum mengenal Kristus apabila perkataan yang keluar dari perbendaharaan hati kita begitu tajam menyayat bagai sebilah silet?
Mari menyadari bahwa kehidupan yang kita jalani di luar dinding gereja adalah sama pentingnya dengan kehidupan di dalam gereja. Biarlah hidup kita seutuhnya menjadi berkat. Baik bagi kawan-kawan seiman, juga bagi mereka yang belum mengenal kasih Kristus. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|