|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Belajarlah memberi dengan iman, jangan dengan akal pikiran yang membuat kita melakukan hitung-hitungan dengan Tuhan. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Hitunganku Bukan Hitungan Tuhan |
|
Hitunganku Bukan Hitungan Tuhan |
|
Kamis, 10 Juli 2014 | Tema: The Testament Community |
|
|
|
|
|
Hitunganku Bukan Hitungan Tuhan |
|
Kisah Para Rasul 2:44 |
|
|
|
|
|
|
Waktu itu jam menunjukkan pukul 10 malam. Saya dikagetkan dengan ketukan pintu rumah yang disertai tangisan anak yang masih kecil. Ternyata seorang ibu datang menggendong anaknya sambil menangis. Sebagai pelayan Tuhan, saya menyapa dan menerimanya dengan kasih. Ibu tersebut dengan terbata-bata menceritakan semua masalahnya. Intinya, ibu itu tidak bisa membayar sekolah anaknya karena uangnya dihabiskan oleh suaminya. Setelah saya bimbing, saya mengajaknya doa dan Tuhan memerintahkan agar saya memberinya uang yang sebenarnya untuk membelikan susu anak saya. Uang 120 ribu adalah uang yang tersisa di akhir bulan. Jika saya berikan uang itu, maka saya tidak bisa membeli susu anak saya. Tapi Tuhan dengan jelas berkata, “Berikan!” LUAR BIASA, uang saya berikan. Dan apa yang terjadi? Sehari kemudian Tuhan memberkati saya sejumlah uang dari seseorang yang tak terduga sebanyak 200 kali lipat.
Dari pengalaman di atas, saya teringat akan keteguhan hati jemaat mula-mula dalam hidup antar jemaat. Cara hidup jemaat mula-mula begitu luar biasa. Mereka mempraktekkan kasih, senantiasa sehati sepikir dan sangat peka terhadap kebutuhan orang lain sehingga mereka berprinsip bahwa segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, l...selengkapnya » |
Waktu itu jam menunjukkan pukul 10 malam. Saya dikagetkan dengan ketukan pintu rumah yang disertai tangisan anak yang masih kecil. Ternyata seorang ibu datang menggendong anaknya sambil menangis. Sebagai pelayan Tuhan, saya menyapa dan menerimanya dengan kasih. Ibu tersebut dengan terbata-bata menceritakan semua masalahnya. Intinya, ibu itu tidak bisa membayar sekolah anaknya karena uangnya dihabiskan oleh suaminya. Setelah saya bimbing, saya mengajaknya doa dan Tuhan memerintahkan agar saya memberinya uang yang sebenarnya untuk membelikan susu anak saya. Uang 120 ribu adalah uang yang tersisa di akhir bulan. Jika saya berikan uang itu, maka saya tidak bisa membeli susu anak saya. Tapi Tuhan dengan jelas berkata, “Berikan!” LUAR BIASA, uang saya berikan. Dan apa yang terjadi? Sehari kemudian Tuhan memberkati saya sejumlah uang dari seseorang yang tak terduga sebanyak 200 kali lipat.
Dari pengalaman di atas, saya teringat akan keteguhan hati jemaat mula-mula dalam hidup antar jemaat. Cara hidup jemaat mula-mula begitu luar biasa. Mereka mempraktekkan kasih, senantiasa sehati sepikir dan sangat peka terhadap kebutuhan orang lain sehingga mereka berprinsip bahwa segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (Kisah Para Rasul 2:44-45). Hal ini sangat bertolak belakang dengan kenyataan hidup orang-orang zaman sekarang di mana orang sekarang cenderung egois. Dapat dikatakan bahwa cara hidup jemaat mula-mula menjadi sebuah ‘tamparan keras’ bagi jemaat Tuhan saat ini. Kita tanpa sadar telah tercemari dengan gaya hidup orang duniawi, kurang peduli dengan saudara seiman, bahkan kadang menutup mata terhadap orang yang membutuhkan..
Menyedihkan sekali jika kita orang Kristen tetapi tidak mempunyai kasih dalam wujud nyata. Memiliki kasih adalah mutlak bagi kita karena Tuhan menempatkan kita di dunia ini untuk menjadi saksi-Nya. Orang lain menilai kita bukan dari apa yang kita ucapkan saja, tapi juga dari apa yang kita perbuat bagi mereka. Seringkali kita mendengar pernyataan, “Jangankan memikirkan kebutuhan orang lain, untuk diri sendiri saja tidak cukup.” Perhatikan firman Tuhan dalam Amsal 19:17, “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu.” Janda Sarfat memberi makan nabi Elia meskipun ia hanya punya segenggam tepung dan sedikit minyak dalam buli-buli; dia taat melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan dan akhirnya mujizat terjadi (1 Raja-raja 17:16).
Mari kita hidupkan kembali cara hidup jemaat mula-mula, saling mengasihi satu dengan yang lain, bersekutu saling mendoakan, sehingga tercipta suasana damai sejahtera di gereja kita. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|