|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:39)
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Kasih Tanpa Diskriminasi |
|
Kasih Tanpa Diskriminasi |
|
Selasa, 17 Februari 2015 | Tema: Love In Action |
|
|
|
|
|
Kasih Tanpa Diskriminasi |
|
Efesus 4:29-32 |
|
|
|
|
|
|
“Budak-budak, tahukah kalian kalau rumah teman kita, Ijat terbakar?”, tanya cik gu Jasmin kepada para muridnya dalam bahasa melayu. “Oooo... iya Cik Gu kami tahu, dan saat ni Ijat tak dapat masuk sekolah karena tak ada baju untuk sekolah, semuanya habis”, jawab Ihsan salah seorang murid. “Murid-murid, untuk menolong Ijat, kita mau kumpulkan sumbangan sekarang dan nanti sore kita sama-sama pergi ke rumah Ijat”, begitulah perintah cik gu Jasmin kepada seluruh murid. “Saya suka... saya suka... kita mau kumpulkan buku-buku dan baju yang dah tak pakai untuk Ijat”, sahut Mey Mey, seorang murid etnis tionghoa di kelas itu. “Iya Mey Mey, dan kalau kalian tak da barang tak pakai, kalian dari bisa beli dari saya, dua Ringgit”, sela si Mail. “Eits... Mail... Mail... Menolong orang tu tak boleh minta balas ato upah, harus iklas, ingat tu mail”, kata cik gu Jasmin kepada Mail. Susanti (Murid yang berasal dari Indonesia) menjawab, “Iya... kita mau kumpulin aja semua barang kepunyaan kita yang berguna buat Ijat, bekas tidak apa-apa, yang penting masih bisa dipakai buat ijat.” Seketika itu juga usul dari Susanti dijawab spontan oleh murid yang lain. “Betul... betul... betul...”, kata Si Upin. “Dua tiga kucing melompat... ayo kita kumpulkan untuk ijat... hahaha.... Marvelous... Marvelous... Marvelous...”, teriak si Jarjit, seorang murid keturunan India. Akhirnya sepulang sekolah mereka bergegas mengirimkan bantuan pada Si Ijat yang rumahnya te...selengkapnya » |
“Budak-budak, tahukah kalian kalau rumah teman kita, Ijat terbakar?”, tanya cik gu Jasmin kepada para muridnya dalam bahasa melayu. “Oooo... iya Cik Gu kami tahu, dan saat ni Ijat tak dapat masuk sekolah karena tak ada baju untuk sekolah, semuanya habis”, jawab Ihsan salah seorang murid. “Murid-murid, untuk menolong Ijat, kita mau kumpulkan sumbangan sekarang dan nanti sore kita sama-sama pergi ke rumah Ijat”, begitulah perintah cik gu Jasmin kepada seluruh murid. “Saya suka... saya suka... kita mau kumpulkan buku-buku dan baju yang dah tak pakai untuk Ijat”, sahut Mey Mey, seorang murid etnis tionghoa di kelas itu. “Iya Mey Mey, dan kalau kalian tak da barang tak pakai, kalian dari bisa beli dari saya, dua Ringgit”, sela si Mail. “Eits... Mail... Mail... Menolong orang tu tak boleh minta balas ato upah, harus iklas, ingat tu mail”, kata cik gu Jasmin kepada Mail. Susanti (Murid yang berasal dari Indonesia) menjawab, “Iya... kita mau kumpulin aja semua barang kepunyaan kita yang berguna buat Ijat, bekas tidak apa-apa, yang penting masih bisa dipakai buat ijat.” Seketika itu juga usul dari Susanti dijawab spontan oleh murid yang lain. “Betul... betul... betul...”, kata Si Upin. “Dua tiga kucing melompat... ayo kita kumpulkan untuk ijat... hahaha.... Marvelous... Marvelous... Marvelous...”, teriak si Jarjit, seorang murid keturunan India. Akhirnya sepulang sekolah mereka bergegas mengirimkan bantuan pada Si Ijat yang rumahnya terbakar itu.
Cerita di atas adalah sepenggal adegan dalam film animasi “Upin Ipin” buatan Malaysia. Film animasi tersebut menceritakan tentang kehidupan anak-anak dan warga “Desa Durian Runtuh”. Salah satu sekolah yang ada di desa itu memiliki murid-murid yang sangat beragam. Ada sosok Mey Mey yang mewakili masyarakat TiongHoa. Ada juga Susanti, yang merupakan Warga Indonesia. Ada pula Jarjit, orang Malaysia keturunan India. Sedang dari bangsa Malaysia diwakili oleh sosok Upin dan Ipin, dua bocah desa asli Malaysia yang hidup sederhana. Juga ada sosok Ihsan, seorang anak asli Malaysia dari golongan orang kaya, serta Mail, yang menggambarkan karakter pedagang dari orang Malaysia.
Meskipun mereka terdiri dari latar belakang yang berbeda, saat mereka memberi bantuan ingin menolong sesama, tidak ada pembedaan. Itulah Kasih! Kasih tidak mengenal pembedaan.
Alkitab memerintahkan kita untuk ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu (Efesus 4:32). Alkitab juga menyatakan agar kita mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (Matius 22:39). Sesama kita tidak hanya orang yang tinggal atau bekerja di dekat kita saja, tetapi setiap orang yang kita temui dalam perjalanan hidup kita, terutama mereka yang membutuhkan pertolongan. Sesama kita adalah semua orang, tanpa terkecuali, tanpa terdiskriminasi. Sudahkah kita melakukannya? Hidup mengasihi tanpa diskriminasi? Tanpa ada “tembok diskriminasi” dalam diri kita. Ataukah justru sebaliknya? Renungkanlah! |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|