|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Untuk berkenan kepada Allah dibutuhkan keberanian meninggalkan zona nyaman kita.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Keluar Dari Zona Nyaman |
|
Keluar Dari Zona Nyaman |
|
Kamis, 16 April 2015 | Tema: Berkenan Di Hati Tuhan |
|
|
|
|
|
Keluar Dari Zona Nyaman |
|
1 Raja-Raja 18:21-22; 19:1-18 |
|
|
|
|
|
|
Di tangan Sambey tergenggam sebuah buku berjudul Yap Thiam Hien: Pejuang Lintas Batas. Dalam waktu dua hari ia telah menyelesaikan isi buku itu. Ia kagum dengan kuatnya kepribadian Pak Yap [1913 - 1989] dalam memperjuangkan kemanusiaan. Pak Yap anggota dan aktivis Gereja Tionghoa Kie Tok Kauw Hwe di Patekoan - Jakarta [sekarang GKI Samanhudi] adalah seorang yang berani membela kebenaran meskipun harus menentang arus kekuasaan. Walaupun Pak Yap bukanlah anggota/simpatisan PKI, tetapi ia terpanggil untuk menjadi pembela dr. Soebandrio dan tokoh-tokoh lain korban peristiwa G30S di depan pengadilan. Ia juga membela mahasiswa-mahasiswa yang ditangkap penguasa Orba paska peristiwa MALARI [15 Januari 1974]. Penguasa Orba yang terusik kemudian menangkap dan menjebloskan Pak Yap - juga Pak Adnan Buyung Nasution - ke dalam penjara. Komitmen perjuangan Pak Yap ini bersumber dan diinspirasi oleh imannya pada Yesus Kristus. Bagi Pak Yap, yang terutama adalah hidup berkenan di hati Tuhan meskipun dengan demikian ia pernah mencicipi penjara dan bahkan dijauhi oleh komunitas Kristen sendiri. “Mampukah aku mempunyai komitmen seperti Pak Yap?” tanya Sambey lirih pada dirinya sendiri.
Jemaat yang terkasih, dalam Alkitab banyak contoh bagaimana orang-orang yang mau hidup berkenan di h...selengkapnya » |
Di tangan Sambey tergenggam sebuah buku berjudul Yap Thiam Hien: Pejuang Lintas Batas. Dalam waktu dua hari ia telah menyelesaikan isi buku itu. Ia kagum dengan kuatnya kepribadian Pak Yap [1913 - 1989] dalam memperjuangkan kemanusiaan. Pak Yap anggota dan aktivis Gereja Tionghoa Kie Tok Kauw Hwe di Patekoan - Jakarta [sekarang GKI Samanhudi] adalah seorang yang berani membela kebenaran meskipun harus menentang arus kekuasaan. Walaupun Pak Yap bukanlah anggota/simpatisan PKI, tetapi ia terpanggil untuk menjadi pembela dr. Soebandrio dan tokoh-tokoh lain korban peristiwa G30S di depan pengadilan. Ia juga membela mahasiswa-mahasiswa yang ditangkap penguasa Orba paska peristiwa MALARI [15 Januari 1974]. Penguasa Orba yang terusik kemudian menangkap dan menjebloskan Pak Yap - juga Pak Adnan Buyung Nasution - ke dalam penjara. Komitmen perjuangan Pak Yap ini bersumber dan diinspirasi oleh imannya pada Yesus Kristus. Bagi Pak Yap, yang terutama adalah hidup berkenan di hati Tuhan meskipun dengan demikian ia pernah mencicipi penjara dan bahkan dijauhi oleh komunitas Kristen sendiri. “Mampukah aku mempunyai komitmen seperti Pak Yap?” tanya Sambey lirih pada dirinya sendiri.
Jemaat yang terkasih, dalam Alkitab banyak contoh bagaimana orang-orang yang mau hidup berkenan di hati Tuhan harus berani meninggalkan zona kenyamanan mereka. Di antara mereka itu adalah Nabi Elia. Dengan gagah berani ia seorang diri menghadapi kekuasaan politik Ahab dan Izebel dan kekuasaan agama Baal yang didukung 450 orang nabi-nabinya. Namun demikian kegagah-beraniannya dapat luntur juga dalam ancaman kekuasaan Izebel. Ia harus lari ketakutan dan merasa ditinggalkan seorang diri tanpa satu orangpun yang mendukungnya. Dalam kondisi itu sempat ia ingin mati saja. Ini menunjukkan betapa hebat pergumulan yang dirasakan oleh Nabi Elia. Syukur, Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang mau hidup berkenan kepada-Nya. Dia mengutus malaikat untuk memelihara Nabi Elia. Dia juga yang meyakinkan nabi yang merasa sendirian ini bahwa masih ada 7000 orang Israel yang taat pada Allah.
Jemaat yang terkasih, ada sebuah paradoks dalam hidup ini yaitu jika kita ingin hidup nyaman, justru kita harus berani meninggalkan zona nyaman kita. Bukankah kita harus berani belajar dan bekerja keras untuk mencapai keberhasilan yang kita idamkan? Demikian juga dengan hal berkenan di hati Allah. Jika kita ingin berkenan di hati-Nya, kita mesti berani meninggalkan zona nyaman kita. Misalnya zona nyaman itu adalah waktu untuk bermalas-malasan, kita mesti berani memangkasnya untuk terlibat dalam pelayanan, hadir di komcil, saat teduh, dll. Dalam hal keuangan, kita mesti rela memberikan sebagian harta untuk membantu fakir miskin dan mendukung pelayanan. Sampai-sampai, jika kondisi menuntut kita mengorbankan nyawa sekalipun, kita mau melakukanya. Dengan demikian kita diperkenan oleh Allah. Maukah kita berbuat demikian? |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|