|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
“Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah lebih baik daripada sekedar melakukan hukum-hukum Allah hanya secara formalitas.”
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Ketaatan Formalitas VS Berkenan Kepada Allah |
|
Ketaatan Formalitas VS Berkenan Kepada Allah |
|
Selasa, 12 Januari 2016 | Tema: KerajaanMu Datanglah |
|
|
|
|
|
Ketaatan Formalitas VS Berkenan Kepada Allah |
|
Roma 12:1 |
|
|
|
|
|
|
Suatu hari datanglah seorang pemuda kepada Tuhan Yesus, dan bertanya, ’Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’ Jawab Tuhan Yesus, ’Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” Sahut orang muda itu, ’Perintah yang mana? Semua perintah-Nya telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?’ Kata Yesus kepadanya, ’Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga [hidup yang kekal itu], kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.’ Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Kesadaran manusia akan kuasa penebusan yang dikerjakan Allah melalui kelahiran dan kematian Yesus Kristus di atas kayu salib menuntut setiap orang kristen dengan sadar membalas pengorbahan Tuhan Yesus. Hal ini kemudian menuntut orang kristen untuk melakukan berbagai usaha supaya perilakunya dapat menyenangkan hati Allah, misalnya: berusaha untuk terus aktif dalam ibadah-ibadah gereja, setia memberikan persembahan dan perpuluhan, taat melakukan doa puasa, dan tidak melakukan segala kejahatan yang dilarang oleh Alkitab. Namun demikian, ternyata semua yang dilakukan manusia untuk men...selengkapnya » |
Suatu hari datanglah seorang pemuda kepada Tuhan Yesus, dan bertanya, ’Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’ Jawab Tuhan Yesus, ’Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” Sahut orang muda itu, ’Perintah yang mana? Semua perintah-Nya telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?’ Kata Yesus kepadanya, ’Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga [hidup yang kekal itu], kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.’ Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Kesadaran manusia akan kuasa penebusan yang dikerjakan Allah melalui kelahiran dan kematian Yesus Kristus di atas kayu salib menuntut setiap orang kristen dengan sadar membalas pengorbahan Tuhan Yesus. Hal ini kemudian menuntut orang kristen untuk melakukan berbagai usaha supaya perilakunya dapat menyenangkan hati Allah, misalnya: berusaha untuk terus aktif dalam ibadah-ibadah gereja, setia memberikan persembahan dan perpuluhan, taat melakukan doa puasa, dan tidak melakukan segala kejahatan yang dilarang oleh Alkitab. Namun demikian, ternyata semua yang dilakukan manusia untuk menyenangkan Allah belum cukup dalam pandangan Tuhan Yesus. Lihatlah sebuah kisah tentang orang Farisi yang dengan sungguh telah berusaha melakukan perintah hukum Allah [Lukas 18:9-14]. Dalam pandangannya sendiri, ia adalah orang yang baik dan benar. Ia bukan perampok, bukan orang lalim, bukan penzinah, bukan pemeras, namun ia adalah seorang yang taat. Ia berpuasa dua kali seminggu dan setia memberikan persepuluhan. Namun ternyata semua yang dilakukan belum berkenan di hati Tuhan. Mengapa?
Jawabannya sederhana. Seorang muda dan orang Farisi di atas hanya berusaha melakukan hukum-hukum Tuhan sebagai sebuah formalitas [kewajiban], namun mereka tidak berusaha melakukan sesuatu yang berkenan di hati Tuhan.
Rasul Paulus menasihatkan kepada jemaat di kota Roma supaya mereka dapat mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: dan itu adalah ibadah yang sejati. Artinya, puncak perkenanan Tuhan tidak dapat dipuaskan dengan melakukan hukum-hukum tertulis yang ada dalam Alkitab, sebab Tuhan juga melihat motivasi dan dasar seseorang melakukan hukum-hukum-Nya. Motivasi dan dasarnya kasih kepada Tuhan atau hanya sebuah formalitas untuk membangun kebenaran diri sendiri. Tuhan ingin supaya kita dengan sadar tidak hanya taat pada hukum Allah, tetapi lebih daripada itu kita harus dengan sadar berusaha hidup berkenan di hati Allah. Hal ini tidak dapat kita lakukan dengan taat melayani, memberi persembahan, dll. Tetapi hanya dengan didasarkan kasih kepada Allah, kita mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, maka kita dapat berkenan di hadapan Allah. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|