|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Lebih baik menyuarakan kehendak Tuhan meskipun resikonya dibenci manusia daripada menyuarakan sesuatu yang menyenangkan telinga manusia tetapi dibenci oleh Tuhan.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Ketika Kenyamanan Dipertaruhkan |
|
Ketika Kenyamanan Dipertaruhkan |
|
Selasa, 12 Agustus 2014 | Tema: No Fear |
|
|
|
|
|
Ketika Kenyamanan Dipertaruhkan |
|
Yeremia 28:1-17 |
|
|
|
|
|
|
“Jika kamu melakukan kebenaran, meskipun karenanya orang tidak menyukaimu, biarlah hatimu tetap damai,” kata Pdt. Andrey kepada Sambey yang sedang galau. Ya, hari-hari ini Sambey gelisah luar biasa. Betapa tidak, Pak Rabiny, pamannya yang berusia 65 tahun berencana akan berpoligami. “Lha, wong Abraham, Daud, Salomo, punya istri lebih dari satu. Masak aku tidak boleh?” ujar Pak Rabiny kepada Sambey pada suatu kesempatan. Sambey ingin melarang pamannya menduakan cinta bibinya yang selama ini begitu setia, tetapi ia sungkan. Ia takut pamannya marah. Apalagi studinya selama ini dibiayai oleh pamannya itu. Sebaliknya jika ia berdiam diri mencari aman, hatinya tidak dapat tenang membiarkan kesalahan terjadi di depan matanya. Setidaknya nasihat Pdt. Andrey membantu Sambey untuk menentukan pilihan. Sore hari itu, Sambey ingin bertemu dan berbicara dari hati ke hati dengan pamannya. Ia telah siap menanggung risiko terburuk dari tindakan benar yang akan dilakukannya itu.
Jemaat yang terkasih. Dalam pemerintahan Raja Zedekia di Yehuda ada dua orang nabi yang bernubuat berbeda. Nabi Hananya bernubuat bahwa Allah akan memulihkan Yehuda dengan menghancurkan Babel (ayat 1-4). Sebaliknya Nabi Yeremia bernubuat bahwa oleh kehendak Allah justru Yehuda yang akan ditaklukkan oleh Babel ...selengkapnya » |
“Jika kamu melakukan kebenaran, meskipun karenanya orang tidak menyukaimu, biarlah hatimu tetap damai,” kata Pdt. Andrey kepada Sambey yang sedang galau. Ya, hari-hari ini Sambey gelisah luar biasa. Betapa tidak, Pak Rabiny, pamannya yang berusia 65 tahun berencana akan berpoligami. “Lha, wong Abraham, Daud, Salomo, punya istri lebih dari satu. Masak aku tidak boleh?” ujar Pak Rabiny kepada Sambey pada suatu kesempatan. Sambey ingin melarang pamannya menduakan cinta bibinya yang selama ini begitu setia, tetapi ia sungkan. Ia takut pamannya marah. Apalagi studinya selama ini dibiayai oleh pamannya itu. Sebaliknya jika ia berdiam diri mencari aman, hatinya tidak dapat tenang membiarkan kesalahan terjadi di depan matanya. Setidaknya nasihat Pdt. Andrey membantu Sambey untuk menentukan pilihan. Sore hari itu, Sambey ingin bertemu dan berbicara dari hati ke hati dengan pamannya. Ia telah siap menanggung risiko terburuk dari tindakan benar yang akan dilakukannya itu.
Jemaat yang terkasih. Dalam pemerintahan Raja Zedekia di Yehuda ada dua orang nabi yang bernubuat berbeda. Nabi Hananya bernubuat bahwa Allah akan memulihkan Yehuda dengan menghancurkan Babel (ayat 1-4). Sebaliknya Nabi Yeremia bernubuat bahwa oleh kehendak Allah justru Yehuda yang akan ditaklukkan oleh Babel dengan lebih parah (ayat 13-14). Tidak mudah bagi Nabi Yeremia untuk menubuatkan kehancuran bagi bangsanya sendiri. Kenyamanan hidupnya dipertaruhkan. Ia telah diancam untuk dibunuh oleh orang-orang yang tidak menyukai nubuat buruk yang disampaikannya (Yeremia 26). Tetapi ia memilih taat untuk menyampaikan firman Tuhan meskipun itu pahit. Nabi Yeremia sungguh paham bahwa nubuat damai sejahtera yang disampaikan Nabi Hananya bukanlah dari Allah. Sebab tidak mungkin Allah mendatangkan damai sejahtera di dalam kondisi ketidakadilan, kejahatan, dan kefasikan yang terus dipraktekkan oleh pengusa politik (raja) dan penguasa agama (iman-imam dan nabi-nabi) di Yehuda.
Jemaat yang terkasih. Sangatlah wajar jika hati kita tertarik dan menyukai kotbah tentang berkat dan damai sejahtera. Bukankah itu merupakan bagian dari kehendak Tuhan juga. Dalam pada itu, justru kita patut waspada. Jangan-jangan tanpa kita sadari kita tidak tertarik dan cenderung menolak kotbah yang menegur dosa dan kesalahan. Bukankah kotbah-kotbah semacam ini mulai jarang terdengar sekarang ini? Mengapa? Mungkinkah karena kecenderungan orang zaman ini lebih suka kotbah yang menyukakan telinga? Yang menghibur dan harus selalu menghibur? Mungkinkah oleh karena itu para hamba Tuhan saat ini cenderung sekedar memenuhi “selera pasar”? Takut isi kotbahnya dan dirinya tidak disukai orang? Marilah kita tidak bersikap demikian itu. Di saat-saat kenyamanan diri kita dipertaruhkan, marilah kita memilih untuk mau taat pada firman Tuhan meskipun itu pahit untuk disampaikan atau didengarkan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|