|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
“Kerjakanlah segala hal yang dipercayakan kepada kita dengan sungguh, benar, dan takut akan Tuhan, maka Ia yang setia akan memberikan upah yang layak untuk kita.”
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Kisah Senja ’Mbah Sentot’ |
|
Kisah Senja ’Mbah Sentot’ |
|
Rabu, 19 Agustus 2015 | Tema: Bermental Prajurit Berhati Hamba |
|
|
|
|
|
Kisah Senja ’Mbah Sentot’ |
|
2 Timotius 2:4, 11-13 |
|
|
|
|
|
|
Sentot Sumarjo, demikian nama asli dari kakek tua yang akrab dipanggil ‘Mbah Sentot’. Mbah Sentot merupakan tentara veteran berpangkat Sersan yang hidup dan berjuang pada masa kemerdekaan Indonesia. Mbah Sentot bukanlah seorang perwira militer yang nama dan fotonya tercatat dalam buku-buku sejarah kemerdekaan, namun ia hanyalah salah satu veteran berpangkat rendah yang ikut menjadi pelaku sejarah kemerdekaan Indonesia. Saat ini Mbah Sentot menikmati masa tuanya bersama istri, anak-anak, dan cucu-cucunya di sebuah kota kecil yang bernama ‘Grabag’, di kabupaten Magelang.
Kalau kita berkunjung kerumahnya, kita dapat melihat beberapa benda militer seperti helm baja, pisau bayonet, beberapa penghargaan militer, dan beberapa foto kejayaan masa mudanya. Yang menarik pula dari Mbah Sentot, ia akan terus menerus menceritakan kisah-kisah perjuangan yang telah dilaluinya bersama teman-teman pejuang di medan pertempuran. Yang saya ingat, Mbah Sentot pernah bertutur: “TNI pada zaman dulu berjuang bukan sekedar untuk mendapatkan pekerjaan, namun murni untuk meraih cita-cita kemerdekaan dan berdirinya NKRI. Kami benar-benar berkorban. Setiap hari kami meninggalkan istri, anak-anak dan keluarga. Kami tidak digaji, makan seadanya, tidak punya tempat tinggal yang menetap, bahkan banya...selengkapnya » |
Sentot Sumarjo, demikian nama asli dari kakek tua yang akrab dipanggil ‘Mbah Sentot’. Mbah Sentot merupakan tentara veteran berpangkat Sersan yang hidup dan berjuang pada masa kemerdekaan Indonesia. Mbah Sentot bukanlah seorang perwira militer yang nama dan fotonya tercatat dalam buku-buku sejarah kemerdekaan, namun ia hanyalah salah satu veteran berpangkat rendah yang ikut menjadi pelaku sejarah kemerdekaan Indonesia. Saat ini Mbah Sentot menikmati masa tuanya bersama istri, anak-anak, dan cucu-cucunya di sebuah kota kecil yang bernama ‘Grabag’, di kabupaten Magelang.
Kalau kita berkunjung kerumahnya, kita dapat melihat beberapa benda militer seperti helm baja, pisau bayonet, beberapa penghargaan militer, dan beberapa foto kejayaan masa mudanya. Yang menarik pula dari Mbah Sentot, ia akan terus menerus menceritakan kisah-kisah perjuangan yang telah dilaluinya bersama teman-teman pejuang di medan pertempuran. Yang saya ingat, Mbah Sentot pernah bertutur: “TNI pada zaman dulu berjuang bukan sekedar untuk mendapatkan pekerjaan, namun murni untuk meraih cita-cita kemerdekaan dan berdirinya NKRI. Kami benar-benar berkorban. Setiap hari kami meninggalkan istri, anak-anak dan keluarga. Kami tidak digaji, makan seadanya, tidak punya tempat tinggal yang menetap, bahkan banyak dari teman-teman saya yang sampai kehilangan nyawanya. Beberapa kali saya harus mengubur tumpukan jenazah teman-teman saya dalam satu liang kubur, tanpa saya mengetahui identitas mereka. Mereka mati, dan saat kami makamkan tanpa diketahui istri dan anak-anak mereka. Sangat memilukan. Namun saya bangga menjadi TNI karena saya telah ambil bagian dalam membela bangsa saya. Saya tidak harus dikenal, saya tidak harus dihormati, saya tidak harus mendapatkan kedudukan yang tinggi, cukup; jika saya boleh berjuang bersama-sama membela NKRI, itulah kebanggaan saya.”
Mendengarkan kesaksian Mbah Sentot, saya teringat akan Firman Tuhan yang terdapat dalam 2 Timotius 2:4. “Bahwa seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya ia berkenan kepada komandannya”. Namun Tuhan juga berjanji bahwa prajurit yang berjuang dengan tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya akan mengalami selamat sejahtera di dalam Dia: hidup bersama dengan-Nya; mendapat bagian dalam kemuliaan-Nya; dan mengalami kasih setia-Nya [ayat 11-13].
Kini Mbah Sentot hidup menikmati jerih lelah perjuangannya yang tidak pernah ia duga. Setiap bulan ia menerima gaji pensiun veteran dari pemerintah karena perjuangannya. Dulu ia berjuang jujur dan tulus bukan karena mencari upah, namun upah itu disediakan karena kesetiaannya sebagai seorang pejuang. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|