|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Di dalam Kristus, kita adalah sama dan sederajat sebagai satu keluarga Allah. Hendaklah kita saling mengasihi satu sama lain.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Komunitas Egaliter |
|
Komunitas Egaliter |
|
Kamis, 17 Juli 2014 | Tema: The Testament Community |
|
|
|
|
|
Komunitas Egaliter |
|
Galatia 3:26-28 |
|
|
|
|
|
|
“Pak Pendeta, apakah kondisi seperti sekarang ini memang sudah ditakdirkan sejak semula?” tanya Benay kepada Pdt. Andrey dalam sebuah percakapan di warung kopi depan gereja. Pdt. Andrey menjelaskan bahwa kondisi saat ini tercipta dalam sejarah ekonomi manusia. Jadi tidak ditentukan dari mulanya. Dahulu di masa purba, laki-laki dan perempuan sederajat. Sebab keduanya sama-sama berpartisipasi dalam ekonomi, yaitu sama-sama turut serta dalam mencari makan untuk suku mereka. Lambat laun terjadi pembagian tugas.
Perempuan mengurus rumah dan tanggungjawab ekonomi dipegang laki-laki. Di sinilah cikal-bakal budaya patriakhi yang menempatkan derajat perempuan sebagai konco wingking, di bawah laki-laki. Demikian juga dalam arti yang lebih luas, faktor mencari sumber-sumber ekonomi-lah yang menyebabkan suatu bangsa menyerang bangsa lain dengan kekuatan militer yang dimilikinya. Terciptalah status sebagai bangsa penjajah (superior) dan bangsa yang dijajah (inferior).
Terciptalah status sebagai orang merdeka dan budak. Terciptalah orang kaya yang merasa terhormat dan orang miskin yang merasa hina. Demikian penjelasan Pdt. Andrey dan Benay mendengarkan dengan penuh perhatian.
...selengkapnya » |
“Pak Pendeta, apakah kondisi seperti sekarang ini memang sudah ditakdirkan sejak semula?” tanya Benay kepada Pdt. Andrey dalam sebuah percakapan di warung kopi depan gereja. Pdt. Andrey menjelaskan bahwa kondisi saat ini tercipta dalam sejarah ekonomi manusia. Jadi tidak ditentukan dari mulanya. Dahulu di masa purba, laki-laki dan perempuan sederajat. Sebab keduanya sama-sama berpartisipasi dalam ekonomi, yaitu sama-sama turut serta dalam mencari makan untuk suku mereka. Lambat laun terjadi pembagian tugas.
Perempuan mengurus rumah dan tanggungjawab ekonomi dipegang laki-laki. Di sinilah cikal-bakal budaya patriakhi yang menempatkan derajat perempuan sebagai konco wingking, di bawah laki-laki. Demikian juga dalam arti yang lebih luas, faktor mencari sumber-sumber ekonomi-lah yang menyebabkan suatu bangsa menyerang bangsa lain dengan kekuatan militer yang dimilikinya. Terciptalah status sebagai bangsa penjajah (superior) dan bangsa yang dijajah (inferior).
Terciptalah status sebagai orang merdeka dan budak. Terciptalah orang kaya yang merasa terhormat dan orang miskin yang merasa hina. Demikian penjelasan Pdt. Andrey dan Benay mendengarkan dengan penuh perhatian.
Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi sederajat. Kondisi ini telah dirusak oleh manusia yang telah jatuh dalam dosa. Siapa menguasai faktor ekonomi, menjadikan dirinya merasa lebih utama dari yang lain. Orang Romawi-Yunani merasa lebih beradab daripada orang Yahudi. Tuan tanah pemilik kekayaan mempunyai budak miskin yang umumnya diperlakukan layaknya binatang, bukan sebagai sesamanya manusia.
Laki-laki merasa lebih tinggi derajatnya dibandingkan perempuan. Kondisi yang telah rusak ini dipulihkan kembali oleh Yesus Kristus. Sehingga setiap orang yang beriman kepada Yesus Kristus adalah anak-anak Allah. Terciptalah komunitas baru yang egaliter (sederajat). Dalam komunitas anak-anak Allah ini tidak ada pembedaan status. Tidak ada ruang untuk suatu bangsa, suku atau ras merasa lebih tinggi dari lainnya. Tidak ada tempat untuk orang kaya merasa lebih utama dari orang yang kurang kaya, atau miskin. Tidak ada posisi bagi laki-laki untuk merasa lebih tinggi derajatnya daripada perempuan. Sebaliknya, dalam komunitas baru ini terwujud kondisi saling mengasihi dan saling memperhatikan.
Jemaat yang terkasih. Marilah kita wujud-nyatakan komunitas baru yang telah diciptakan oleh Tuhan Yesus. Marilah kita memandang saudara-saudara seiman kita sebagai sesama anak-anak Allah yang sederajat. Janganlah kita membedakan lagi suku atau ras dan merasa lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Kita yang lebih kaya janganlah sombong. Kita yang kurang kaya atau miskin janganlah minder. Hargailah diri kita sendiri dan hargailah saudara seiman kita tanpa memandang status atau jenis kelamin. Meskipun ini tidak mudah, tetapi marilah kita wujudkan kehendak Tuhan ini. Semoga kita semua mampu mewujudkan komunitas saling mengasihi dan memperhatikan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|