|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. (Amsal 15:1)
|
|
|
|
|
|
|
|
DITULIS OLEH |
|
Ibu Ribkah E. Christanti |
|
Kontributor |
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Kontribusi Damai |
|
Kontribusi Damai |
|
Jumat, 25 Juli 2014 | Tema: The Testament Community |
|
|
|
|
|
Kontribusi Damai |
|
Titus 3:1-8 |
|
|
|
|
|
|
Suatu kali, saya pernah periksa ke dokter. Usianya agak muda mungkin sekitar 30 tahunan. Ketika konsultasi, sang dokter menjawab pertanyaan saya dengan ketus dan seperlunya. Bahkan cenderung menghakimi pola hidup saya yang menurutnya tidak sehat. Meskipun mungkin jawaban maupun alasan sang dokter benar, namun karena penyampaian yang kurang pas menurut saya, akhirnya saya agak jengkel. Namun dalam kesempatan yang berbeda, di tempat praktek yang sama, saya ditangani oleh dokter lain. Mungkin usianya sudah 60 tahunan. Ia menyambut setiap pasien dengan ramah. Bertutur kata halus dan enak didengar ketika berkonsultasi dan memberi nasihat kesehatan. Akhirnya secara psikis saya merasa tenang karena merasa ditangani oleh orang yang tepat.
Dari pengalaman saya tersebut ada nilai yang sangat berarti buat saya, yaitu betapa berpengaruhnya sikap ramah terhadap keadaan psikis. Meski bersikap ramah terdengar sederhana, namun sangat rumit untuk dilakukan bagi beberapa orang. Mudah bagi orang berkarakter murni atau kombinasi sanguin, tapi mungkin rumit bagi si kholerik murni atau kombinasi. Ada yang dengan mudah bisa tersenyum, menyapa, mengobrol dengan orang yang baru dikenal. Namun di kubu lain ada yang berjuang untuk bisa menyapa bahkan menatap mata orang yang baru dikenal. Mesk...selengkapnya » |
Suatu kali, saya pernah periksa ke dokter. Usianya agak muda mungkin sekitar 30 tahunan. Ketika konsultasi, sang dokter menjawab pertanyaan saya dengan ketus dan seperlunya. Bahkan cenderung menghakimi pola hidup saya yang menurutnya tidak sehat. Meskipun mungkin jawaban maupun alasan sang dokter benar, namun karena penyampaian yang kurang pas menurut saya, akhirnya saya agak jengkel. Namun dalam kesempatan yang berbeda, di tempat praktek yang sama, saya ditangani oleh dokter lain. Mungkin usianya sudah 60 tahunan. Ia menyambut setiap pasien dengan ramah. Bertutur kata halus dan enak didengar ketika berkonsultasi dan memberi nasihat kesehatan. Akhirnya secara psikis saya merasa tenang karena merasa ditangani oleh orang yang tepat.
Dari pengalaman saya tersebut ada nilai yang sangat berarti buat saya, yaitu betapa berpengaruhnya sikap ramah terhadap keadaan psikis. Meski bersikap ramah terdengar sederhana, namun sangat rumit untuk dilakukan bagi beberapa orang. Mudah bagi orang berkarakter murni atau kombinasi sanguin, tapi mungkin rumit bagi si kholerik murni atau kombinasi. Ada yang dengan mudah bisa tersenyum, menyapa, mengobrol dengan orang yang baru dikenal. Namun di kubu lain ada yang berjuang untuk bisa menyapa bahkan menatap mata orang yang baru dikenal. Meski demikian, sikap ramah seharusnya dilakukan oleh setiap orang yang percaya, meski dengan penuh perjuangan dengan konsekuensi dianggap sok kenal sok dekat, dsb.
Nats yang kita baca hari ini menunjukkan betapa penting sikap ramah ini kita miliki dalam hidup berkomunitas. Ramah menjadi salah satu sikap orang percaya sebagai ucapan syukur atas karya keselamatan Allah. Selain itu, dalam nats yang lain disebutkan betapa dahsyatnya dampak dari sikap ramah. Misalnya, memandang orang yang bersikap ramah diumpamakan seperti melihat wajah Allah (Kejadian 33:10); perkataan yang baik itu menggembirakan (Amsal 12:25); jawaban yang lemah lembut itu meredakan kegeraman (Amsal 15:1); perkataan yang menyenangkan itu menyehatkan (Amsal 16:24). Di tengah lingkungan sekitar kita yang semakin memanas dengan berbagai konflik, alangkah lebih baik jika kita berkontribusi kedamaian dengan bersikap ramah. Selamat menjadi orang ramah. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|