|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
“Allahku akan memenuhi segala keperluaanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.”
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Lunturkah Kebajikan Kita? |
|
Lunturkah Kebajikan Kita? |
|
Jumat, 03 April 2015 | Tema: Berkenan Di Hati Tuhan |
|
|
|
|
|
Lunturkah Kebajikan Kita? |
|
Filipi 4:14-20 |
|
|
|
|
|
|
“Zaman sekarang, makin sulit orang untuk berkorban”, kata Sambey risau. Benay yang lagi asyik ngupil, terganggu oleh ungkapan sahabatnya itu. “Ah, masak segitunya? Kan masih banyak orang yang mau nyumbang ke panti asuhan, korban banjir, membagi berkat dengan orang miskin.... Ah, jangan berlebihan kamu Sam”, katanya. Sambey manggut-manggut membenarkan pendapat Benay, tetapi itu tidak mengobati kerisauannya. Sambey menyadari bahwa pribadi seseorang tidak hanya dibentuk oleh ajaran-ajaran yang baik, tetapi juga oleh kondisi zamannya. Bukankah zaman ini adalah zaman persaingan ketat. Orang berlomba-lomba untuk “laku di pasaran” dan meraup sebanyak-banyaknya “keuntungan pasar” itu. Sambey kuatir kondisi ini makin membutakan mata batin orang bahwa di sekitarnya ada sesamanya manusia. Ia mengamati dalam persaingan itu sedikit orang yang berhasil, dan meninggalkan banyak orang yang belum berhasil atau gagal. Ah... ironisnya kemanusiaan seseorang pun diukur berdasarkan “ukuran pasar”. Jika banyak pundi-pundi uang yang dikumpulkannya, disebutlah ia wis dadi uwong [sudah jadi orang]. Bagaimana dengan yang pas-pasan atau berkekurangan? Disebut apakah mereka? Sambey memahami bahwa dalam kondisi ini kebajikan orang belumlah hilang. Tetapi mungkinkah sudah mulai luntur?
Jemaat yang...selengkapnya » |
“Zaman sekarang, makin sulit orang untuk berkorban”, kata Sambey risau. Benay yang lagi asyik ngupil, terganggu oleh ungkapan sahabatnya itu. “Ah, masak segitunya? Kan masih banyak orang yang mau nyumbang ke panti asuhan, korban banjir, membagi berkat dengan orang miskin.... Ah, jangan berlebihan kamu Sam”, katanya. Sambey manggut-manggut membenarkan pendapat Benay, tetapi itu tidak mengobati kerisauannya. Sambey menyadari bahwa pribadi seseorang tidak hanya dibentuk oleh ajaran-ajaran yang baik, tetapi juga oleh kondisi zamannya. Bukankah zaman ini adalah zaman persaingan ketat. Orang berlomba-lomba untuk “laku di pasaran” dan meraup sebanyak-banyaknya “keuntungan pasar” itu. Sambey kuatir kondisi ini makin membutakan mata batin orang bahwa di sekitarnya ada sesamanya manusia. Ia mengamati dalam persaingan itu sedikit orang yang berhasil, dan meninggalkan banyak orang yang belum berhasil atau gagal. Ah... ironisnya kemanusiaan seseorang pun diukur berdasarkan “ukuran pasar”. Jika banyak pundi-pundi uang yang dikumpulkannya, disebutlah ia wis dadi uwong [sudah jadi orang]. Bagaimana dengan yang pas-pasan atau berkekurangan? Disebut apakah mereka? Sambey memahami bahwa dalam kondisi ini kebajikan orang belumlah hilang. Tetapi mungkinkah sudah mulai luntur?
Jemaat yang terkasih, dalam Alkitab, kita mendapati contoh orang-orang yang tidak luntur kebajikannya oleh terpaan kondisi zaman. Salah satu contoh adalah Jemaat Filipi [bagian dari wilayah Makedonia; 2 Korintus 8:1-7]. Jemaat Filipi merupakan jemaat miskin. Mereka tergolong orang-orang yang kalah dalam “persaingan pasar” di kota Filipi. Tiap hari mereka harus berpeluh sedemikian rupa untuk bertahan hidup dalam kancah persaingan yang berat. Sebenarnya wajar saja jika ungkapan “Lha.. aku dhewe yo butuh” [Lha.. saya sendiri juga butuh] menjadi motto yang mudah didengar dari mulut mereka. Aneh tetapi nyata! Ungkapan semacam itu tidak ada dalam kamus hidup jemaat. Kemiskinan dan persaingan berat yang mereka alami tidak mengurangi kepekaan mereka terhadap kesusahan orang lain. Dalam hal ini kesusahan yang dialami Rasul Paulus [ayat 14]. Beberapa kali mereka tulus berkorban dengan memberikan persembahan untuk Rasul Paulus.
Jemaat yang dikasihi Tuhan, apakah situasi persaingan ketat dan tidak pernah habis-habisnya kebutuhan kita akan melunturkan kebajikan kita pada orang lain? Ah... tentu sebagai anak-anak Allah kita tetap mampu berbuat baik kepada orang lain - terutama yang mengalami kesusahan. Sebagaimana yang diteladankan jemaat Filipi, marilah kita melakukan kebajikan tidak sekedarnya saja, tetapi dengan segenap ketulusan dengan memandang orang yang kita tolong sebagai sesama kita manusia. Selamat menebar kebaikan. Tuhan memberkati kita. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|