|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Mengampuni berarti menghargai seseorang. |
|
|
|
|
|
|
|
DITULIS OLEH |
|
Ibu Ribkah E. Christanti |
|
Kontributor |
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Mari! Kembali Bersama Kami! |
|
Mari! Kembali Bersama Kami! |
|
Rabu, 19 November 2014 | Tema: Forgiven to Forgive |
|
|
|
|
|
Mari! Kembali Bersama Kami! |
|
Lukas 15:11-32 |
|
|
|
|
|
|
Suatu hari, di sebuah komcil, ada seseorang yang “asing” bagi saya karena sepertinya baru kali ini saya melihat orang itu. Seorang nenek berusia sekitar 60-an, memakai kebaya konvensional dan kain jarit. Ia datang bersama salah seorang jemaat. Dalam hati saya merasa senang, karena ada satu lagi jiwa baru. Namun sesaat, rasa senang itu terganggu dengan bisikan sinis seorang jemaat lain di sebelah kanan saya, yang mengatakan, “Orang itu sebenarnya dahulu jemaat sini, terus waktu yang lain pindah gereja, dia juga ikut.” Yang mengganggu saya bukan keadaan dari nenek itu, yang telah lama pindah di gereja lain lalu sekarang kembali, tapi justru sikap sinis yang ditunjukkan oleh jemaat lama itu. Sepertinya ia menganggap bahwa orang yang meninggalkan gereja adalah seorang pengkhianat.
Mungkin hal seperti itu sering terjadi di sekitar kita, apalagi saat ini sedang maraknya jemaat pindah pindah gereja. Seringkali jemaat lama tidak senang jika orang yang dulu pernah meninggalkan gereja, lalu kembali lagi. Hal ini mengingatkan kita pada sikap anak sulung dalam perumpaan anak yang hilang ketika sang bapa menerima kembali si bungsu. Ada perasaan iri, jengkel, dan lain-lain yang dialami si sulung. Tahukah kita, ketika kita tidak menerima keberadaan seseorang itu, kita sedang tidak ...selengkapnya » |
Suatu hari, di sebuah komcil, ada seseorang yang “asing” bagi saya karena sepertinya baru kali ini saya melihat orang itu. Seorang nenek berusia sekitar 60-an, memakai kebaya konvensional dan kain jarit. Ia datang bersama salah seorang jemaat. Dalam hati saya merasa senang, karena ada satu lagi jiwa baru. Namun sesaat, rasa senang itu terganggu dengan bisikan sinis seorang jemaat lain di sebelah kanan saya, yang mengatakan, “Orang itu sebenarnya dahulu jemaat sini, terus waktu yang lain pindah gereja, dia juga ikut.” Yang mengganggu saya bukan keadaan dari nenek itu, yang telah lama pindah di gereja lain lalu sekarang kembali, tapi justru sikap sinis yang ditunjukkan oleh jemaat lama itu. Sepertinya ia menganggap bahwa orang yang meninggalkan gereja adalah seorang pengkhianat.
Mungkin hal seperti itu sering terjadi di sekitar kita, apalagi saat ini sedang maraknya jemaat pindah pindah gereja. Seringkali jemaat lama tidak senang jika orang yang dulu pernah meninggalkan gereja, lalu kembali lagi. Hal ini mengingatkan kita pada sikap anak sulung dalam perumpaan anak yang hilang ketika sang bapa menerima kembali si bungsu. Ada perasaan iri, jengkel, dan lain-lain yang dialami si sulung. Tahukah kita, ketika kita tidak menerima keberadaan seseorang itu, kita sedang tidak menghargai orang itu? Dan tidak menerima kembali berarti masih mengingat kesalahannya dan tidak mengampuninya? Dan tidak mengampuni orang yang bersalah berarti kita sedang menolak pengampunan dari Tuhan atas dosa kita?
Tuhan, Sang Bapa adalah Allah yang humanis, yang sangat menghargai orang. Ia mengampuni setiap orang yang bersalah kepada-Nya, Ia menerima kembali orang yang menolak-Nya, bahkan Ia memberikan nyawa-Nya sebagai ganti orang berdosa yang seringkali menyakiti-Nya. Betapa dahsyatnya kasih dan anugerah-Nya. Jika kita adalah anak Tuhan, maka seharusnya kita memiliki sikap yang sama dengan-Nya. Kita menerima pengampunan Tuhan, jika kita pun mengampuni. Kita bisa mengampuni ketika kita bisa menerima kembali orang yang bersalah kepada kita. Kita bisa menerima kembali seseorang yang bersalah kepada kita, jika kita menghargai orang itu. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|