|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Jadikan Yesus Kristus sebagai dasar hidup dan pelayanan kita sehingga kita turut ambil bagian dalam pembangunan tubuh Kristus. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Membangun Rumah Rohani |
|
Membangun Rumah Rohani |
|
Sabtu, 27 Agustus 2016 | Tema: Diperlengkapi Untuk Membangun Tubuh Kristus |
|
|
|
|
|
Membangun Rumah Rohani |
|
1 Petrus 2:4-10 |
|
|
|
|
|
|
Perkembangan budaya dan peradaban kita sebagai orang-orang timur sebenarnya lebih didominasi oleh olah rasa daripada olah pikir. Kita cenderung mistis dan mudah tertarik dengan peristiwa-peristiwa supranatural. Pohon-pohon yang besar segera memberi kesan angker. Tidaklah demikian dengan pohon-pohon yang kecil, apalagi suket teki [rumput]. Batu-batu besar kerap kali dikeramatkan dan dihubungkan dengan cerita mitos atau legenda tertentu. Sebut saja watu dodol di Banyuwangi, watu gemblong di daerah Tuban, watu ulo, dan lain-lain. Tidaklah demikian dengan batu-batu kecil, apalagi kerikil.
Berkenaan dengan batu, Benay punya pengalaman unik. Benay tidak setuju jika hanya batu besar yang dikeramatkan. Kakek buyut Benay pernah mempunyai batu kecil yang terkenal sakti mandraguna, yaitu batu akik merah delima. “Batu itu dipercaya orang berkhasiat pengasihan”, kata Benay menjelaskan. “Wah.. berarti istri kakek buyutmu banyak”, ujar Sambey sambil terkekeh. “Ya, banyak dalam arti jumlah. Bukan banyak sebangsanya enthok dan bebek!” jawab Benay cengar-cengir. “Omong-omong, aku punya pengalaman dahsyat berkenaan dengan...selengkapnya » |
Perkembangan budaya dan peradaban kita sebagai orang-orang timur sebenarnya lebih didominasi oleh olah rasa daripada olah pikir. Kita cenderung mistis dan mudah tertarik dengan peristiwa-peristiwa supranatural. Pohon-pohon yang besar segera memberi kesan angker. Tidaklah demikian dengan pohon-pohon yang kecil, apalagi suket teki [rumput]. Batu-batu besar kerap kali dikeramatkan dan dihubungkan dengan cerita mitos atau legenda tertentu. Sebut saja watu dodol di Banyuwangi, watu gemblong di daerah Tuban, watu ulo, dan lain-lain. Tidaklah demikian dengan batu-batu kecil, apalagi kerikil.
Berkenaan dengan batu, Benay punya pengalaman unik. Benay tidak setuju jika hanya batu besar yang dikeramatkan. Kakek buyut Benay pernah mempunyai batu kecil yang terkenal sakti mandraguna, yaitu batu akik merah delima. “Batu itu dipercaya orang berkhasiat pengasihan”, kata Benay menjelaskan. “Wah.. berarti istri kakek buyutmu banyak”, ujar Sambey sambil terkekeh. “Ya, banyak dalam arti jumlah. Bukan banyak sebangsanya enthok dan bebek!” jawab Benay cengar-cengir. “Omong-omong, aku punya pengalaman dahsyat berkenaan dengan batu.” Sambey menatap Benay penasaran. Raut wajahnya memberi tanda bahwa ia tertarik untuk mendengarkan cerita Benay. “Dahulu di daerahku ada batu besar. Tidak ada orang yang berani duduk di atasnya apalagi corat-coret atau merusaknya.
Suatu sore aku memberanikan diri duduk di atas batu itu. Dan peristiwa dahsyat terjadi! Keesokan harinya batu itu terbelah menjadi dua bagian.” Sambey tampak kian tertarik dengan cerita Benay. “Wow.. apa yang menyebabkan batu itu terbelah? Apakah karena kamu memakai batu akik sakti kakek buyutmu?” Benay mengeleng-gelengkan kepalanya. “Aku hanya kentut!” jawab Benay singkat, “Kentut anak Tuhan itu dahsyat bukan?” “Wow.. jadi kentutmu mampu membelah batu keramat itu? Luar biasa!” komentar Sambey terkagum. “Sebenarnya bukan kentutku yang membelahnya”, jawab Benay sambil menahan tawa, “Tetapi alat pemecah batu dari proyek yang akan membangun infrastruktur tepat di mana batu itu ada.” Merasa terkibuli oleh cerita sahabatnya, Sambey menggelitiki perut Benay yang bulat bundar. “Sebenarnya ceritaku ini tetap punya makna, Sam”, kata Benay sambil menahan geli, “Aku duduk di atas batu besar yang kokoh, mengingatkan aku bahwa Yesus adalah batu penjuru dan kita-kita ini adalah batu-batu kecil. Tuhan punya tujuan dengan batu-batu kecil itu. Batu-batu kecil itu disusun rapi dan saling terkait satu sama lain untuk membangun rumah rohani yang berdiri di atas pondasi yang kokoh, yaitu Tuhan Yesus sendiri.”
Jemaat yang terkasih. Tuhan Yesus adalah batu penjuru yang hidup dan kita pun adalah batu-batu hidup-Nya. Kita semua berguna untuk membangun rumah rohani. Oleh karena itu jadikan Tuhan dasar hidup dan pelayanan kita bersama. Dan marilah kita bergandengan tangan, sepikir dan sehati, saling mengasihi dan memperhatikan satu sama lain agar rumah rohani yang kudus itu sungguh terwujud.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|