|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Yang membuat Tuhan puas bukan dengan harta, kemampuan serta kecakapan yang kita miliki. Tuhan akan puas saat kita taat dan berjalan sesuai kehendak-Nya.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Membuat Sang Tuan Puas |
|
Membuat Sang Tuan Puas |
|
Sabtu, 02 Mei 2015 | Tema: Generasi Yang Melakukan Kehendak Allah |
|
|
|
|
|
Membuat Sang Tuan Puas |
|
Wahyu 3:14-22 |
|
|
|
|
|
|
Banyak orang mengakui, dia adalah pelatih yang cerdas, ahli “meracik strategi”, disiplin, tetapi juga baik hati. Namun di sisi lain tak sedikit pula orang yang menilai, dia adalah sosok yang keras, kejam dan tak pandang bulu. Dialah sosok yang bernama Louis van Gaal, atau yang lebih dikenal oleh media dengan sebutan LvG. Louis van Gaal [LvG] adalah pelatih sepakbola berkebangsaan Belanda. Banyak klub yang dilatihnya menuai hasil memuaskan dan bahkan merebut gelar juara, seperti Ajax Amsterdam, AZ Alkmaar, hingga Barcelona. Metodenya dalam melatih dikenal disiplin, keras dan tidak mudah untuk dicerna. LvG tidak perduli dengan istilah pemain terkenal. Di matanya semua pemain sama dan harus membuktikan kemampuan mereka di hadapan “Sang Tuan” LvG. Di dalam metodenya melatih, dia berpandangan bahwa pemain sepakbola tidak berbicara tentang popularitas tetapi soal kemampuan bermain di lapangan dan dapat bermain sesuai dengan metode yang diterapkan. Jadi dalam hal ini, untuk membuat “Sang Tuan” LvG puas adalah bukan persoalan mudah. Banyak pemain terkenal yang tidak sesuai dengan seleranya dan harus tersingkir dari skema permainannya, seperti bintang prancis, Frank Riberry dan “bomber” Kolombia, Radamel Falcao yang dapat dijadikan contohnya.
Membuat “Sang Tuan” LvG menjadi ...selengkapnya » |
Banyak orang mengakui, dia adalah pelatih yang cerdas, ahli “meracik strategi”, disiplin, tetapi juga baik hati. Namun di sisi lain tak sedikit pula orang yang menilai, dia adalah sosok yang keras, kejam dan tak pandang bulu. Dialah sosok yang bernama Louis van Gaal, atau yang lebih dikenal oleh media dengan sebutan LvG. Louis van Gaal [LvG] adalah pelatih sepakbola berkebangsaan Belanda. Banyak klub yang dilatihnya menuai hasil memuaskan dan bahkan merebut gelar juara, seperti Ajax Amsterdam, AZ Alkmaar, hingga Barcelona. Metodenya dalam melatih dikenal disiplin, keras dan tidak mudah untuk dicerna. LvG tidak perduli dengan istilah pemain terkenal. Di matanya semua pemain sama dan harus membuktikan kemampuan mereka di hadapan “Sang Tuan” LvG. Di dalam metodenya melatih, dia berpandangan bahwa pemain sepakbola tidak berbicara tentang popularitas tetapi soal kemampuan bermain di lapangan dan dapat bermain sesuai dengan metode yang diterapkan. Jadi dalam hal ini, untuk membuat “Sang Tuan” LvG puas adalah bukan persoalan mudah. Banyak pemain terkenal yang tidak sesuai dengan seleranya dan harus tersingkir dari skema permainannya, seperti bintang prancis, Frank Riberry dan “bomber” Kolombia, Radamel Falcao yang dapat dijadikan contohnya.
Membuat “Sang Tuan” LvG menjadi puas tidaklah mudah bagi para pemain, dan keadaan itu juga sama dengan yang dialami oleh jemaat Laodikia. Jemaat Laodikia adalah jemaat yang makmur karena mereka berada di kota yang makmur yang masyarakatnya adalah orang-orang kaya. Mereka juga tergolong jemaat yang mapan [karena sudah lama berdiri]. Karena kekayaan dan kemakmurannya, ibadah pun juga dibuat megah. Pada zaman itu, ibadah di Laodikia “didandani” semewah mungkin. Alat-alat musik istimewa dihadirkan dalam ibadah, tempat ibadah direnovasi sehingga terlihat istimewa. Bahkan tidak ketinggalan para pemimpin ibadah didandani dengan pakaian-pakaian yang memukau, serta “persembahan” diberikan “jor-joran” tanpa ada kata pelit. Apakah hal itu membuat Tuhan Puas? TIDAK !!!
Tuhan kecewa dengan sikap yang ditunjukkan oleh jemaat Laodikia. Tuhan tidak dapat dibeli dan di suap dengan kemewahan. Dengan harta benda dan segala kemewahan dunia tidak membuat jemaat Laodikia berkenan di hati Tuhan. Pesan yang disampaikan Tuhan bagi mereka sangat pedas, “Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku” [ay.16]. Ini berarti Tuhan menolak apa yang mereka lakukan. Kata “suam-suam kuku” menjelaskan tentang perilaku mereka yang ditolak Tuhan. Perilaku seperti apa yang membuat Tuhan tidak berkenan? Pertama, tidak ada semangat yang berkobar dalam kehidupan rohani mereka. Kekristenan jemaat Laodikia hanya sebatas formalitas, tidak ada kerinduan dan semangat. Kedua, jemaat Laodikia tidak perduli terhadap sesamanya. “Hidupku adalah hidupku, hidupmu adalah hidupmu”, kira-kira ungkapan tersebut cocok untuk menggambarkan keadaan pada saat itu. Serta yang Ketiga, jemaat Laodikia masih hidup dalam dosa dan mereka belum mau untuk bertobat.
Membuat Tuhan, Sang Pemilik Semesta Alam ini puas ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Belajar dari jemaat Laodikia, kita bersama harus instropeksi diri. Apakah kekristenan kita hanya formalitas belaka? Apakah kita lebih menonjolkan ego kita, sehingga kita tidak perduli kepada sesama? Serta, apakah kita masih suka hidup dalam dosa, dan tidak mau sepenuhnya bertobat kepada Tuhan? Apabila itu masih ada pada kita, segeralah tinggalkan itu dan kembalilah kepada jalan Tuhan, supaya kita tidak “dimuntahkan” oleh Tuhan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|