|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Jadilah berkat bagi orang lain melalui hidup rendah hati dalam segala hal |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Mengenal Tuhan, Menanggalkan Kesombongan |
|
Mengenal Tuhan, Menanggalkan Kesombongan |
|
Jumat, 16 Februari 2018 |
|
|
|
|
|
Mengenal Tuhan, Menanggalkan Kesombongan |
|
Filipi 3:4b-16 |
|
|
|
|
|
|
“Saya tidak menduga jika Nak Itong masih ingat dengan hutang saya?” kata Mbah Wanidy malu-malu. Pdt. Itong terkekeh lembut sembari menyeruput es teh segar yang terhidang di hadapannya. “Saya tentu ingat, Mbah. Saya masih muda dan belum pikun lho!” “Emang hutang saya pada Nak Itong berapa rupiah ya? Maaf saya benar-benar sudah lupa. Maklum mbah sudah tua, Nak?” “Hutang Mbah Rp. 4.574.625,-“, jawab Pdt. Itong tegas. “Wah...kok banyak sekali ya? Tapi maaf, hutang saya itu kan sebenarnya tunggakan biaya keamanan...”, kata Mbah Wanidy agak gemetar, “Biaya keamanan waktu Nak Itong masih preman profesional di daerah ini...he..he..he... Maaf, lho Nak Itong. Jangan marah ya?” Pdt. Itong menggeleng-gelengkan kepala. Dan setelah menenggak es teh sampai tetes terakhir ia berkata, “Tak mengapa, Mbah. Itu sudah jadi masa lalu saya.” “Jadi...kalau begitu hutang saya juga sudah jadi masa lalu juga ya Nak? He..he..he..apalagi kan sekarang Nak Itong sudah jadi pendeta, bukan preman penyedia jasa keamanan lagi?” ujar Mbah Wanidy yang mulai mempunyai keberanian. “Ya. Hutang Mbah sudah tidak saya pikirkan lagi. Apalagi itu hasil pemerasan saya pada Mbah saat itu. Masa lalu saya dengan segala kebanggaan dan kebodohan...selengkapnya » |
“Saya tidak menduga jika Nak Itong masih ingat dengan hutang saya?” kata Mbah Wanidy malu-malu. Pdt. Itong terkekeh lembut sembari menyeruput es teh segar yang terhidang di hadapannya. “Saya tentu ingat, Mbah. Saya masih muda dan belum pikun lho!” “Emang hutang saya pada Nak Itong berapa rupiah ya? Maaf saya benar-benar sudah lupa. Maklum mbah sudah tua, Nak?” “Hutang Mbah Rp. 4.574.625,-“, jawab Pdt. Itong tegas. “Wah...kok banyak sekali ya? Tapi maaf, hutang saya itu kan sebenarnya tunggakan biaya keamanan...”, kata Mbah Wanidy agak gemetar, “Biaya keamanan waktu Nak Itong masih preman profesional di daerah ini...he..he..he... Maaf, lho Nak Itong. Jangan marah ya?” Pdt. Itong menggeleng-gelengkan kepala. Dan setelah menenggak es teh sampai tetes terakhir ia berkata, “Tak mengapa, Mbah. Itu sudah jadi masa lalu saya.” “Jadi...kalau begitu hutang saya juga sudah jadi masa lalu juga ya Nak? He..he..he..apalagi kan sekarang Nak Itong sudah jadi pendeta, bukan preman penyedia jasa keamanan lagi?” ujar Mbah Wanidy yang mulai mempunyai keberanian. “Ya. Hutang Mbah sudah tidak saya pikirkan lagi. Apalagi itu hasil pemerasan saya pada Mbah saat itu. Masa lalu saya dengan segala kebanggaan dan kebodohannya adalah sampah bagi saya sekarang ini.” Wajah Mbah Wanidy kembali sumringah mendengar amnesti yang diberikan oleh Pdt. Itong.
Jemaat yang terkasih. Mirip seperti masa lalu yang digambarkan dengan tokoh “Pdt. Itong” dalam kisah di atas, Rasul Paulus juga mempunyai masa lalu yang penuh dengan kesombongan. Kesombongan karena identitasnya sebagai orang Ibrani asli dan seorang Farisi yang sangat dihormati masyarakat. Bersamaan dengan itu ia juga begitu bangga dengan kegiatan rutinnya yang jahat sebagai penganiaya jemaat. Namun setelah perjumpaannya dengan Yesus Kristus yang mengubah hidupnya, semua kesombongan masa lalunya itu tampak sebagai sampah belaka baginya. Ia menjadi begitu terpukau dengan Yesus Kristus. Dan memiliki kerinduan yang kuat untuk mengenal Yesus, kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dengan penderitaan-Nya. Luar biasa, Rasul Paulus yang dahulu begitu sombong memusuhi Tuhan, sekarang malah berbalik dan siap menderita dalam Tuhan.
Jemaat yang dikasihi Tuhan. Berikanlah diri kita dipesonakan oleh Yesus Kristus melalui pengenalan akan Dia. Maka kita akan mendapati dengan jelas bahwa dalam hidup kita tidak ada yang dapat kita sombongkan. Apakah itu identitas kita? Status dan jabatan kita? Kekayaan kita? Semuanya itu hanyalah sarana saja yang sifatnya sementara. Sedang tujuan kita adalah mengenal dan mengenal Tuhan secara lebih dalam dan lebih dalam lagi. Selamat mengenal Tuhan dan melepas kesombongan. Terpujilah Tuhan!
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|