|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Hidup yang berbahagia adalah hidup yang dipenuhi cinta kasih dan sukacita yang dibagikan kepada orang lain. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Menikmati Hidup Dengan Berpakaian Kesucian Dan Sukacita |
|
Menikmati Hidup Dengan Berpakaian Kesucian Dan Sukacita |
|
Senin, 18 April 2016 | Tema: Imamat Yang Rajani |
|
|
|
|
|
Menikmati Hidup Dengan Berpakaian Kesucian Dan Sukacita |
|
Pengkhotbah 9:8 |
|
|
|
|
|
|
Secangkir kopi kental panas dihidangkan Mbah Wanidy, seorang Kristen yang taat dan pekerja keras. Ia adalah pendiri dan pengelola kedai kopi seberang gereja. Bau harum segera membumbung, menggoda indera penciuman Benay. Diletakkanlah Koran Bibir Kota yang sedari tadi dibacanya. Sekelebat angin, kemudian bibir cangkir sudah menempel di mulut Benay. “O..e...e..nak tenan. Mantap kopinya, Mbah!”, kata Benay sesaat setelah menyruput kopi. “Syukur, nak Ben”, ungkap Mbah Wanidy senang, “Banyak pelanggan berkata bahwa suasana kedai nan sederhana ini dan kopi racikan Mbah turut menyumbangkan kenikmatan hidup.” “Wah...itu semua karena Mbah sendiri adalah seorang yang menikmati hidup ini”, kata Benay. Mbah Wanidy pun tertawa seolah-olah membenarkan perkataan Benay.
Kata-kata Mbah Wanidy dan Benay barusan membuat Sambey yang sedari tadi diam menjadi terperanjat dari lamunannya. Dia teringat akan almarhum Steve Jobs, pendiri dan pemimpin Apple Inc. Steve Jobs adalah simbol kesuksesan. Manusia kreatif yang hobinya kerja ini hidup bergelimang harta. Tetapi ketika ia terbaring sakit dan terancam kematian, ia mulai menyadari bahwa kekayaan, nama besar, dan kedudukan tidak lagi banyak berarti. “Hidup memang tidak mempunyai rumus”, gumam Sambey. “Ada orang baik yang hidupnya tetap...selengkapnya » |
Secangkir kopi kental panas dihidangkan Mbah Wanidy, seorang Kristen yang taat dan pekerja keras. Ia adalah pendiri dan pengelola kedai kopi seberang gereja. Bau harum segera membumbung, menggoda indera penciuman Benay. Diletakkanlah Koran Bibir Kota yang sedari tadi dibacanya. Sekelebat angin, kemudian bibir cangkir sudah menempel di mulut Benay. “O..e...e..nak tenan. Mantap kopinya, Mbah!”, kata Benay sesaat setelah menyruput kopi. “Syukur, nak Ben”, ungkap Mbah Wanidy senang, “Banyak pelanggan berkata bahwa suasana kedai nan sederhana ini dan kopi racikan Mbah turut menyumbangkan kenikmatan hidup.” “Wah...itu semua karena Mbah sendiri adalah seorang yang menikmati hidup ini”, kata Benay. Mbah Wanidy pun tertawa seolah-olah membenarkan perkataan Benay.
Kata-kata Mbah Wanidy dan Benay barusan membuat Sambey yang sedari tadi diam menjadi terperanjat dari lamunannya. Dia teringat akan almarhum Steve Jobs, pendiri dan pemimpin Apple Inc. Steve Jobs adalah simbol kesuksesan. Manusia kreatif yang hobinya kerja ini hidup bergelimang harta. Tetapi ketika ia terbaring sakit dan terancam kematian, ia mulai menyadari bahwa kekayaan, nama besar, dan kedudukan tidak lagi banyak berarti. “Hidup memang tidak mempunyai rumus”, gumam Sambey. “Ada orang baik yang hidupnya tetap susah, tetapi ada orang jahat yang hidupnya serba wah. Ada pekerja keras yang tetap miskin, tetapi ada pemalas yang kaya raya. Ada orang percaya yang hidupnya penuh pergumulan, tetapi ada orang ateis yang hidup nyaman.” Sambey berpikir bahwa menikmati hidup sebagaimana yang diungkapkan Mbah Wanidy menjadi penting dalam kehidupan yang serba tidak menentu ini. “Dengan cara apa orang dapat menikmati hidup?” pikir Sambey. Kembali ia teringat akan Steve Jobs. Dalam kondisi sekarat, Jobs menyadari bahwa mengejar kekayaan tanpa batas bagaikan monster yang mengerikan. Kekayaan hanya memberi ilusi kebahagiaan. Padahal kebahagiaan bersumber dari hati yang dipenuhi cinta kasih.
Mata Sambey segera terperangkap pada sosok Mbah Wanidy. Seorang yang hidup sederhana tetapi raut wajah dan sorot matanya memancarkan kedalaman hidup. Ia tidak dapat dibandingkan dengan kesuksesan, nama besar, dan kedudukan yang dicapai Steve Jobs. Tetapi belum tentu Steve Jobs dapat menggapai kenikmatan hidup yang dialami dan dibagikan oleh Mbah Wanidy melalui kedai dan racikan kopinya. “Hatinya tulus dipenuhi cinta kasih bagaikan orang berpakaian putih dan hidupnya dihiasi dengan syukur dan sukacita bagaikan rambutnya selalu diurapi minyak”, gumam Sambey mengutip Pengkhotbah 9:8.
Jemaat yang terkasih, marilah kita menjalani hidup ini dengan kesucian, ketulusan yang terpancar dari hati yang penuh cinta kasih dan sukacita. Kiranya hidup yang keras dan sulit ini tidak mendera kita sehingga kita kehilangan sesuatu yang paling berarti, yaitu menikmati hidup dan membagikannya kepada orang lain.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|