|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Tetaplah bersabar dalam segala hal karena semua ujian yang kita alami akan membawa kita menuju kedewasaan rohani. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Menjadi Manis Setelah Terluka |
|
Menjadi Manis Setelah Terluka |
|
Rabu, 16 November 2016 | Tema: Mencapai Kedewasaan Sesusi Kepenuhan Kristus |
|
|
|
|
|
Menjadi Manis Setelah Terluka |
|
2 Raja-Raja 4:1-7 |
|
|
|
|
|
|
Ketika masih tinggal di desa, kami memiliki pohon sirsat yang sudah lama tumbuh dan berbuah, namun buahnya tidak pernah bisa dimakan karena terlalu asam. Akibatnya ketika pohon ini berbunga, bunganya selalu saya ambil untuk bermain. Bahkan oleh orangtua saya, daunnya selalu diambil untuk makanan ternak dan rantingnya kami pergunakan untuk kayu bakar. Suatu hari seorang tetangga datang ke rumah kami. Tiba-tiba menghampiri saya sambil berkata, “Loh apa gak sayang, kok bunganya diambil. Kan kalau berbuah bisa di makan.” Ayah saya menjawab dengan santainya, ”Percuma berbunga, wong buahnya tidak bisa dimakan, kecut semua!”
Kemudian tetangga tersebut memberikan resep supaya pohon sirsat tersebut dikerat dan dibuka kulitnya, kemudiaan diberi gula jawa atau pemanis. Secara nalar, tidak mungkin cara ini mampu menghasilkan rasa manis. Tetapi hasilnya nyata, bunga yang kami biarkan berbuah itu mengasilkan buah yang manis. Dan mulai saat itu kami membuat kebiasaan. Jika pohon sirsat kami mulai berbunga, maka kulitnya kami kerat dan disisipi pemanis atau gula.
Pengalaman di atas menggambarkan kehidupan iman kita sebagai...selengkapnya » |
Ketika masih tinggal di desa, kami memiliki pohon sirsat yang sudah lama tumbuh dan berbuah, namun buahnya tidak pernah bisa dimakan karena terlalu asam. Akibatnya ketika pohon ini berbunga, bunganya selalu saya ambil untuk bermain. Bahkan oleh orangtua saya, daunnya selalu diambil untuk makanan ternak dan rantingnya kami pergunakan untuk kayu bakar. Suatu hari seorang tetangga datang ke rumah kami. Tiba-tiba menghampiri saya sambil berkata, “Loh apa gak sayang, kok bunganya diambil. Kan kalau berbuah bisa di makan.” Ayah saya menjawab dengan santainya, ”Percuma berbunga, wong buahnya tidak bisa dimakan, kecut semua!”
Kemudian tetangga tersebut memberikan resep supaya pohon sirsat tersebut dikerat dan dibuka kulitnya, kemudiaan diberi gula jawa atau pemanis. Secara nalar, tidak mungkin cara ini mampu menghasilkan rasa manis. Tetapi hasilnya nyata, bunga yang kami biarkan berbuah itu mengasilkan buah yang manis. Dan mulai saat itu kami membuat kebiasaan. Jika pohon sirsat kami mulai berbunga, maka kulitnya kami kerat dan disisipi pemanis atau gula.
Pengalaman di atas menggambarkan kehidupan iman kita sebagai pengikut Kristus. Kita perlu keratan-keratan yang kemudian diberi pemanis agar kita dapat menjadi berkat bagi orang lain dan membawa kemuliaan bagi Tuhan [Roma 8:28]. Setiap orang berbeda-beda keratannya. Ada yang dalam, ada yang dangkal, semua Tuhan yang mengatur agar kita setelah menerima keratan itu dapat merasakan pemeliharaan Tuhan.
Keratan tersebut adalah ujian hidup yang harus kita alami dan lewati. Jika kita mampu, maka Tuhan akan menyatakan upahnya. Seperti halnya yang dialami oleh seorang janda nabi yang harus menanggung hutang dan anak-anaknya perempuan akan diambil penagih hutang. Janda nabi tersebut mengalami penderitaan karena hutangnya walaupun almarhum suaminya adalah seorang abdi Allah. Keluarga janda ini akhirnya terlepas dari jerat hutang setelah: pertama, menyerahkan perkaranya kepada Tuhan melalui nabi Elisa [ayat 1]; kedua, mendengar nasihat Elisa [ayat 3-4]; ketiga, melakukan perintah sang nabi [ayat 5-7]. Dan hasilnya janda itu tidak hanya bisa membayar hutang, tetapi juga dapat hidup dari hasil penjualan minyak. Janda itu mungkin tidak pernah menyangka bahwa minyak di dalam buli-buli itu bisa memenuhi bejana-bejana kosong hingga semua penuh. Janda itu telah mendapatkan penyataan kuasa Allah setelah sekian lama dihadapkan dengan masalah kesulitan ekonomi. Justru dengan kesulitannya itulah janda itu merasakan pertolongan Tuhan.
Apapun yang kita alami sekarang, Tuhan jauh lebih tahu apa yang terbaik. Kita tahu bahwa ujian yang kita alami menghasilkan ketekunan, dan ketekunan menghasilkan buah yang matang, dan buah itu menjadi berkat [Yakobus 1:3-4].
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|