|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)
|
|
|
|
|
|
|
|
DITULIS OLEH |
|
Ibu Lydia N. Haryanto |
|
Kontributor |
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Si Daun Berlubang |
|
Si Daun Berlubang |
|
Sabtu, 19 April 2014 | Tema: The Glory of Sacrifice |
|
|
|
|
|
Si Daun Berlubang |
|
Mazmur 90:1-10 |
|
|
|
|
|
|
Ada sebuah ilustrasi menarik yang menceriterakan sebuah percakapan antara seekor ulat dan daun di mana dikatakan bahwa si ulat minta ijin untuk memakan zat hijau daun yang dimiliki si daun. Dengan senang hati daun mempersilahkan ulat memakan dirinya. Dia berpikir, dengan memberikan sedikit dari tubuhnya untuk makanan si ulat, dia akan tetap hijau. Hanya saja akan kelihatan berlubang-lubang, tetapi itu tidak menjadi masalah.
Setelah makan dengan kenyang, ulat berterima kasih kepada si daun yang telah merelakan bagian tubuhnya menjadi makanannya. Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada sahabat yang penuh kasih dan pengorbanan itu, ada rasa puas di dalam diri si daun. Sekalipun tubuhnya kini berlubang di sana sini, namun ia bahagia bisa melakukan sesuatu bagi ulat kecil yang lapar. Tidak lama berselang ketika musim panas datang, daun hijau menjadi kering dan berubah warna. Akhirnya ia jatuh ke tanah, disapu orang dan dibakar.
Sebuah pengorbanan yang tidak sia-sia! Saat ulat si buruk rupa kenyang, maka berubahlah menja...selengkapnya » |
Ada sebuah ilustrasi menarik yang menceriterakan sebuah percakapan antara seekor ulat dan daun di mana dikatakan bahwa si ulat minta ijin untuk memakan zat hijau daun yang dimiliki si daun. Dengan senang hati daun mempersilahkan ulat memakan dirinya. Dia berpikir, dengan memberikan sedikit dari tubuhnya untuk makanan si ulat, dia akan tetap hijau. Hanya saja akan kelihatan berlubang-lubang, tetapi itu tidak menjadi masalah.
Setelah makan dengan kenyang, ulat berterima kasih kepada si daun yang telah merelakan bagian tubuhnya menjadi makanannya. Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada sahabat yang penuh kasih dan pengorbanan itu, ada rasa puas di dalam diri si daun. Sekalipun tubuhnya kini berlubang di sana sini, namun ia bahagia bisa melakukan sesuatu bagi ulat kecil yang lapar. Tidak lama berselang ketika musim panas datang, daun hijau menjadi kering dan berubah warna. Akhirnya ia jatuh ke tanah, disapu orang dan dibakar.
Sebuah pengorbanan yang tidak sia-sia! Saat ulat si buruk rupa kenyang, maka berubahlah menjadi kepompong dan akhirnya muncul kupu-kupu indah yang terbang ke sana ke mari. Si daun luruh, jatuh ke tanah diinjak, disapu, dan dibakar tetapi ada sebuah kehidupan baru muncul. Kupu-kupu yang terbang di antara bunga-bunga, penyerbukan terjadi dan pohon akan memberikan hasil yang bisa dinikmati.
Bagaimana dengan kita? Di saat kita masih mampu, diberi kekuatan dan berkat oleh Tuhan, sudahkah kita berkorban bagi keluarga dan sesama? Ataukah hanya untuk diri sendiri? “Hijau Daun” kita tetap mulus, tak ada lubang? Ingatlah, sama seperti si daun, dikatakan dalam ayat-ayat renungan di atas, manusia bagaikan rumput, pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu (ayat 6) . Umur manusia di hadapan Tuhan amat sangat singkat (ayat 4,10).
Mari kita isi hidup yang sangat singkat ini dengan hal-hal yang bermanfaat dan berguna bagi keluarga dan sesama. Kita impartasikan pengorbanan Kristus yang telah rela mengorbankan diri-Nya bagi kita melalui kehidupan keseharian kita, sehingga bisa menjadi berkat bagi banyak orang. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|