|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Sadari dan hormati kehadiran Bapa dalam hidup kita.
|
|
|
|
|
|
|
|
DITULIS OLEH |
|
Ibu Ribkah E. Christanti |
|
Kontributor |
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Surat Dari Ayah |
|
Surat Dari Ayah |
|
Sabtu, 20 Februari 2016 | Tema: Tuhan Hadir di Bait KudusNya |
|
|
|
|
|
Surat Dari Ayah |
|
2 Tawarikh 7:14 |
|
|
|
|
|
|
Suatu pagi saya membaca sebuah blog yang ditulis oleh seorang anak yang berisi penyesalan mendalam tentang sikapnya kepada ayahnya. Tiga bulan setelah ayahnya meninggal, dia tak sengaja membuka sebuah file yang selama ini dia abaikan. Namun hari itu ia tak sengaja membuka file itu. Betapa kagetnya dia, karena file itu adalah sebuah surat yang dikirim oleh ayahnya ketika masih hidup. Sang ayah menceritakan betapa bahagianya dia ketika si anak lahir. Ia mengajarkannya banyak hal. Si anak pun bertumbuh dengan cerdasnya. Apa saja yang ia temui, ia ceritakan kepada ayahnya, apa pun yang ia tidak mengerti ia tanyakan kepada ayahnya. Sampai pada usia SMP, ketika yang lain sudah memiliki HP, sang ayah pun bekerja keras untuk membelikan pujaan hatinya sebuah HP.
Namun apa yang terjadi? Sejak saat itu, sang anak mulai sibuk dengan sms, internet, tugas, bermain bersama teman-temannya serta kegiatan-kegiatan yang tidak diketahuinya. Bila sudah di rumah, ia masuk kamar, entah apa yang dikerjakannya. Ia keluar hanya untuk makan dan ke kamar mandi. Dan hal itu berlangsung sampai si anak sudah kuliah ke luar kota. Lebih jarang lagi si anak menghubungi ayahnya dengan alasan kesibukan. Dari situ sang ayah mulai menyatakan betapa rindunya ia akan canda tawa, cakap-cakap yang manis de...selengkapnya » |
Suatu pagi saya membaca sebuah blog yang ditulis oleh seorang anak yang berisi penyesalan mendalam tentang sikapnya kepada ayahnya. Tiga bulan setelah ayahnya meninggal, dia tak sengaja membuka sebuah file yang selama ini dia abaikan. Namun hari itu ia tak sengaja membuka file itu. Betapa kagetnya dia, karena file itu adalah sebuah surat yang dikirim oleh ayahnya ketika masih hidup. Sang ayah menceritakan betapa bahagianya dia ketika si anak lahir. Ia mengajarkannya banyak hal. Si anak pun bertumbuh dengan cerdasnya. Apa saja yang ia temui, ia ceritakan kepada ayahnya, apa pun yang ia tidak mengerti ia tanyakan kepada ayahnya. Sampai pada usia SMP, ketika yang lain sudah memiliki HP, sang ayah pun bekerja keras untuk membelikan pujaan hatinya sebuah HP.
Namun apa yang terjadi? Sejak saat itu, sang anak mulai sibuk dengan sms, internet, tugas, bermain bersama teman-temannya serta kegiatan-kegiatan yang tidak diketahuinya. Bila sudah di rumah, ia masuk kamar, entah apa yang dikerjakannya. Ia keluar hanya untuk makan dan ke kamar mandi. Dan hal itu berlangsung sampai si anak sudah kuliah ke luar kota. Lebih jarang lagi si anak menghubungi ayahnya dengan alasan kesibukan. Dari situ sang ayah mulai menyatakan betapa rindunya ia akan canda tawa, cakap-cakap yang manis dengan si anak. Dia menulis dalam surat itu, “ Nak, usiaku kini sudah 65 tahun. Badanku sudah tidak sekuat dulu. Apakah aku bisa mendengar curahan hatimu lagi?” Si anak tak kuasa menahan air matanya yang terurai. Perasaan kehilangan dan penyesalan yang mendalam begitu sesak dalam hatinya.
Jika saya bayangkan, mungkin perasaan rindu sang ayah ini sama seperti kerinduan Bapa kepada anak-anak-Nya. Dulu ketika kita belum punya apa-apa dan bukan siapa-siapa, kita sangat rajin datang kepada-Nya. Doa pagi, doa malam, ibadah minggu, komcil, ibadah seksi, dll. Namun ketika kita sudah mendapatkan berkat dari Bapa, kita sudah mulai sibuk dengan pekerjaan kita, keluarga kita, gadget baru, masalah kita sendiri, bahkan sekarang kita bisa sibuk melayani pekerjaan-Nya tanpa bertanya apa keinginan-Nya. Kita melayani dengan pengalaman, pengetahuan dan persepsi kita sendiri. Nampaknya kehadiran Bapa sudah tidak penting lagi, sudah tidak ada waktu untuk bercakap-cakap dengan Dia.
Saudaraku yang dikasihi Tuhan, nats yang kita baca hari ini adalah tentang kerinduan Tuhan untuk kita meninggikan Dia, menyadari dan menghormati kehadiran-Nya. Bukan karena Dia gila hormat. Namun Dia rindu hubungan yang indah serta rasa percaya anak kepada Bapanya. Percayalah! Dia sanggup memberikan apa yang Anda butuhkan. Bahkan lebih dari apa yang Anda pikirkan [1 Korintus 2:9]. Oleh karena itu, marilah kita menyadari dan menghormati kehadiran Tuhan dalam hidup kita, keluarga, pekerjaan dan pelayanan kita.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|