|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” [2 Timotius 4:7] |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Unggul = Kuat Sampai Akhir |
|
Unggul = Kuat Sampai Akhir |
|
Selasa, 29 September 2015 | Tema: Pribadi Unggul |
|
|
|
|
|
Unggul = Kuat Sampai Akhir |
|
2 Timotius 4:1-8 |
|
|
|
|
|
|
Sesuatu disebut unggul tidak saja karena memiliki kualitas yang lebih baik, tetapi juga dikarenakan mampu bertahan dan menjadi yang terbaik, meski dalam keadaan sulit. Memiliki kualitas yang baik memang diperlukan, namun apa gunanya memiliki kualitas yang baik tetapi tidak mampu bertahan sampai akhir. Sebagai contohnya adalah kisah final Liga Champions 1998/1999. Para pemain, staf pelatih, fans, serta semua orang yang terlibat di Manchester United mungkin merasa terbang ke langit ketujuh usai melakoni final Liga Champions 26 Mei 1998, 17 tahun silam. Maklum, ketika itu Manchester United [MU] sukses menang secara dramatis atas Bayern Muenchen di final sekaligus meraih titel Liga Champions untuk kedua kalinya sepanjang sejarah. Tidak banyak yang mengunggulkan MU bisa menang di final yang ketika itu diselenggarakan di Stadion Camp Nou.
Bursa taruhan lebih menjagokan Bayern Muenchen karena MU tampil di final dalam kondisi pincang setelah dua gelandang andalan, yakni Roy Keane dan Paul Scholes tak bisa tampil akibat sanksi. Prediksi banyak orang seolah terbukti ketika pada awal laga MU tampil buruk dan terkesan hanya bisa pasrah digempur para penggawa Bayern. MU bahkan sudah tertinggal 0-1 ketika pertandingan baru berjalan enam menit. Alih-alih merayakan kemenangan, pa...selengkapnya » |
Sesuatu disebut unggul tidak saja karena memiliki kualitas yang lebih baik, tetapi juga dikarenakan mampu bertahan dan menjadi yang terbaik, meski dalam keadaan sulit. Memiliki kualitas yang baik memang diperlukan, namun apa gunanya memiliki kualitas yang baik tetapi tidak mampu bertahan sampai akhir. Sebagai contohnya adalah kisah final Liga Champions 1998/1999. Para pemain, staf pelatih, fans, serta semua orang yang terlibat di Manchester United mungkin merasa terbang ke langit ketujuh usai melakoni final Liga Champions 26 Mei 1998, 17 tahun silam. Maklum, ketika itu Manchester United [MU] sukses menang secara dramatis atas Bayern Muenchen di final sekaligus meraih titel Liga Champions untuk kedua kalinya sepanjang sejarah. Tidak banyak yang mengunggulkan MU bisa menang di final yang ketika itu diselenggarakan di Stadion Camp Nou.
Bursa taruhan lebih menjagokan Bayern Muenchen karena MU tampil di final dalam kondisi pincang setelah dua gelandang andalan, yakni Roy Keane dan Paul Scholes tak bisa tampil akibat sanksi. Prediksi banyak orang seolah terbukti ketika pada awal laga MU tampil buruk dan terkesan hanya bisa pasrah digempur para penggawa Bayern. MU bahkan sudah tertinggal 0-1 ketika pertandingan baru berjalan enam menit. Alih-alih merayakan kemenangan, para penggawa Bayern justru mendadak muram karena MU tiba-tiba menemukan jalan untuk membalikkan keadaan. Tertinggal sejak menit keenam, MU mampu mencetak 2 gol dalam waktu 3 menit di masa injury time. Para pemain MU berlarian karena senang. Sementara itu, penggawa Bayern satu per satu mulai tertunduk lesu dan berbaring di lapangan karena tak kuasa menahan sedih. Mereka seolah tak percaya gelar juara yang sudah berada di depan mata hilang hanya dalam hitungan menit.
Paulus juga menggunakan perumpamaan tentang olahraga untuk menjelaskan Firman Tuhan kepada jemaat serta anak didiknya Timotius. Hidup kristiani ibarat lomba lari. Kita harus bertahan dalam iman sampai akhir. Di akhir hidupnya, Paulus berkata bahwa dia telah berhasil mencapai garis akhir. Apa rahasianya? Kepada Timotius, penerusnya, Paulus menekankan perlunya 3 hal: penguasaan diri, kesabaran menderita, dan ketekunan menjalankan panggilan Tuhan dalam situasi dan kondisi apa pun [ayat 5]. Ibarat lomba lari, semua atlet bersemangat ketika berangkat dari titik start. Titik kritis terjadi saat masalah menghadang. Kelelahan, kepanasan, dan kehausan menggoda untuk berhenti. Hanya mereka yang terus berjuang sambil sabar menanggung ketidaknyamanan akan tiba di garis akhir.
Dalam “perlombaan iman” bisa jadi banyak masalah menghadang dan godaan dunia begitu memikat. Tawaran untuk menikmati kesuksesan semu atau memuaskan nafsu dapat membuat kita keluar jalur. Penyakit atau persoalan hidup juga dapat membuat kita putus asa dan ingin berhenti. Ingatlah pesan Paulus. Tetap berjuang, bertahanlah sampai akhir. Jangan sampai kehilangan mahkota kebenaran kekal hanya karena lalai berjuang dalam hidup yang singkat ini. Kualitas yang baik akan terbuang percuma jika tidak dapat bertahan sampai akhirnya. Jadilah pribadi yang unggul dengan tetap kuat dan bertahan dalam iman kita. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|