|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Apa yang menjadi fokus kita saat ini? Apakah sekedar kekudusan diri sendiri, kebaikan dan segala atribut diri kita ataukah menyampaikan kabar baik dari Tuhan untuk saudara-saudara kita yang terhilang? |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Untuk Apa Kita Dipanggil? |
|
Untuk Apa Kita Dipanggil? |
|
Selasa, 27 Oktober 2015 | Tema: Menjangkau Yang Terhilang |
|
|
|
|
|
Untuk Apa Kita Dipanggil? |
|
Roma 1:1 |
|
|
|
|
|
|
Ketika kita berbicara tentang panggilan Allah, tidak jarang kita melupakan hal yang mendasar, yaitu kekudusan Dia yang memanggil. Kita hanya dapat mengenali dan menanggapi panggilan itu jika kekudusan yang sama ada di dalam diri kita. Jadi panggilan Allah lahir dari kekudusan-Nya dan bukan dari sisi manusia kita yang telah jatuh dalam dosa. Bukan lahir dari keinginan pribadi, sifat pribadi, karakter pribadi, pikiran pribadi, dan juga temperamen pribadi. Semuanya itu tidak diperhitungkan. Apalagi jika kita mengandalkan kualitas diri kita sendiri, maka kita tidak akan pernah benar-benar bisa mendengar dan memahami panggilan-Nya. Namun jika Allah membawa kita masuk dalam hubungan yang benar dengan Dia dalam kekudusan-Nya yang dianugerahkan kepada kita, maka kita dapat mendengar dan memahami panggilan Allah dalam hidup kita.
Paulus adalah salah satu tokoh Alkitab yang dapat memahami panggilan Allah dalam hidupnya. Ia sadar betul bahwa panggilan Allah bukan hanya untuk menjadikannya kudus, tetapi terlebih dari itu menjadikannya seorang pemberita Injil. Bagi Paulus, Injil Allah harus dikenal sebagai satu-satunya realita yang bernilai kekal. Realitas kekal di sini bukanlah kebaikan manusia atau kekudusan pribadi, tetapi karya penebusan Kristus. Sebagai orang percaya, kita p...selengkapnya » |
Ketika kita berbicara tentang panggilan Allah, tidak jarang kita melupakan hal yang mendasar, yaitu kekudusan Dia yang memanggil. Kita hanya dapat mengenali dan menanggapi panggilan itu jika kekudusan yang sama ada di dalam diri kita. Jadi panggilan Allah lahir dari kekudusan-Nya dan bukan dari sisi manusia kita yang telah jatuh dalam dosa. Bukan lahir dari keinginan pribadi, sifat pribadi, karakter pribadi, pikiran pribadi, dan juga temperamen pribadi. Semuanya itu tidak diperhitungkan. Apalagi jika kita mengandalkan kualitas diri kita sendiri, maka kita tidak akan pernah benar-benar bisa mendengar dan memahami panggilan-Nya. Namun jika Allah membawa kita masuk dalam hubungan yang benar dengan Dia dalam kekudusan-Nya yang dianugerahkan kepada kita, maka kita dapat mendengar dan memahami panggilan Allah dalam hidup kita.
Paulus adalah salah satu tokoh Alkitab yang dapat memahami panggilan Allah dalam hidupnya. Ia sadar betul bahwa panggilan Allah bukan hanya untuk menjadikannya kudus, tetapi terlebih dari itu menjadikannya seorang pemberita Injil. Bagi Paulus, Injil Allah harus dikenal sebagai satu-satunya realita yang bernilai kekal. Realitas kekal di sini bukanlah kebaikan manusia atau kekudusan pribadi, tetapi karya penebusan Kristus. Sebagai orang percaya, kita perlu menyadari dan memahami bahwa penebusan adalah satu-satunya realitas. Kekudusan pribadi adalah dampak [akibat/hasil] dari karya penebusan, dan bukan sebaliknya. Jika kita lebih menempatkan iman kita dalam kebaikan dan kekudusan pribadi kita saja, maka kita akan mudah jatuh ketika pencobaan datang.
Dengan rendah hati Paulus tidak mengatakan bahwa ia menguduskan dirinya, tetapi ‘ketika Allah berkenan, Dia memilih aku....’ [Galatia 1:15-16]. Paulus menyadari benar bahwa panggilannya untuk memberitakan Injil adalah kasih karunia Allah, dan bukan karena kebaikan dan kekudusan dirinya sendiri. Paulus sadar benar akan panggilan Allah dalam hidupnya. Ia dipanggil dan dikuduskan [baca: dikhususkan] untuk memberitakan kabar baik dari Tuhan. Kata ‘dikuduskan’ [Roma 1:1] berasal dari kata Yunani ‘aphorismenos’ yang berarti “dikhususkan” untuk memberitakan Injil Allah.
Pemahaman inilah yang membuat Paulus tidak terlalu mempedulikan keadaannya sendiri, bersedia diabaikan, terkutuk dan terpisah dari Allah, asalkan untuk satu tujuan, yaitu memberitakan Injil Allah. Begitu kuat pemahaman itu meresap dalam diri Paulus. Demikian juga sekarang ini, kita dipanggil untuk “memberitakan Injil Allah” melalui hidup kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, baik atau tidak baik waktunya, kita dikhususkan untuk memberitakan kabar baik dari Tuhan bagi sebanyak mungkin orang supaya mereka percaya dan taat kepada Allah, Tuhan kita Yesus Kristus. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|