|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga [Filipi 2:4]. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Untukku dan Untukku |
|
Untukku dan Untukku |
|
Sabtu, 30 April 2016 | Tema: Imamat Yang Rajani |
|
|
|
|
|
Untukku dan Untukku |
|
Amsal 30:15-16 |
|
|
|
|
|
|
Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar kekuasaan yang dimiliki ... ataukah semakin besar tanggung jawab yang diemban? Seumpama orang sedang ‘angon’ domba, manakah prioritasnya ... menggiring domba-domba itu ke daerah yang banyak tempat berteduhnya, ataukah menggiring mereka ke daerah yang berlimpah rumputnya? Ya dua-duanya dong, begitu biasanya jawab orang. Tetapi bila bicara tentang prioritas, tentu salah satu harus didahulukan.
Kitab Amsal menggambarkan manusia serakah sebagai lintah yang hanya memikirkan diri sendiri. Untukku dan untukku [Amsal 30:15]. Dia mengisap dan mengisap demi kepuasannya sendiri. Malangnya, rasa puas itu tak kunjung datang hingga akhirnya badannya terlempar jatuh karena tak mampu lagi menampung keserakahannya.
Keserakahan yang salah satunya berwujud mementingkan diri sendiri itu tak pernah mengenal kata “cukup”. Bagai dunia orang mati yang terus-menerus membuka pintu; bagai bumi yang senantiasa meminta siraman hujan; bagai rahim yan...selengkapnya » |
Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar kekuasaan yang dimiliki ... ataukah semakin besar tanggung jawab yang diemban? Seumpama orang sedang ‘angon’ domba, manakah prioritasnya ... menggiring domba-domba itu ke daerah yang banyak tempat berteduhnya, ataukah menggiring mereka ke daerah yang berlimpah rumputnya? Ya dua-duanya dong, begitu biasanya jawab orang. Tetapi bila bicara tentang prioritas, tentu salah satu harus didahulukan.
Kitab Amsal menggambarkan manusia serakah sebagai lintah yang hanya memikirkan diri sendiri. Untukku dan untukku [Amsal 30:15]. Dia mengisap dan mengisap demi kepuasannya sendiri. Malangnya, rasa puas itu tak kunjung datang hingga akhirnya badannya terlempar jatuh karena tak mampu lagi menampung keserakahannya.
Keserakahan yang salah satunya berwujud mementingkan diri sendiri itu tak pernah mengenal kata “cukup”. Bagai dunia orang mati yang terus-menerus membuka pintu; bagai bumi yang senantiasa meminta siraman hujan; bagai rahim yang belum terbuahi yang selalu merindukan si jabang bayi; bagai api yang terus berkobar melalap apa saja yang bisa dihanguskannya. Tak ada kata “cukup” [ayat 16].
Demikian berbahayanya keserakahan bila merasuki manusia. Menyedihkan sekali bila dorongan mementingkan diri sendiri, teman-teman sendiri, kelompok sendiri, masih mendarah daging di kalangan umat percaya, yang merupakan imamat yang rajani. Dan lebih mengenaskan lagi bila orang-orang yang dipercaya untuk membimbing sesamanya ... ternyata lebih tertarik memajukan diri sendiri daripada menolong orang-orang yang dibimbingnya untuk maju. Dijauhkanlah kiranya hal yang demikian dari kita. Kiranya Tuhan menolong umat-Nya.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|