|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Saat kita memberi, pikirkanlah Tuhan yang terlebih dahulu memberi kepada kita, dan tersenyumlah.
|
|
|
|
|
|
|
|
DITULIS OLEH |
|
Ibu Ribkah E. Christanti |
|
Kontributor |
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Keajaiban Memberi Dengan Sukacita |
|
Keajaiban Memberi Dengan Sukacita |
|
Selasa, 09 September 2014 | Tema: Church Identity |
|
|
|
|
|
Keajaiban Memberi Dengan Sukacita |
|
2 Korintus 9:6-15 |
|
|
|
|
|
|
Beberapa waktu lalu saya mendengar cerita seorang Hamba Tuhan tentang jemaatnya. Adalah seorang menantu laki-laki yang sangat perhatian kepada mertuanya. Ketika mertuanya sakit dan berkali-kali harus masuk rumah sakit, dialah orang yang selalu ada mengantar dan menemani mertuanya, bukan anak dari mertuanya atau para iparnya. Bahkan dialah yang menanggung segala biaya pengobatan. Suatu saat si pendeta ini menyatakan kekagumannya kepada sang menantu setia itu. Ketika mendapat pujian itu, si menantu berkata jujur dengan si pendeta. Katanya, ia melakukan semua hal baik bahkan lebih dari semua iparnya kepada mertuanya adalah wujud balas dendamnya kepada si mertua karena dulu saat pacaran dengan anaknya, si mertua sempat memandang sebelah mata kemampuannya untuk membahagiakan putrinya lahir batin (waktu itu dia masih belum punya apa-apa). Dengan melakukan semuanya itu, dia ingin menunjukkan kepada mertuanya bahwa dia mampu menafkahi putrinya.
Cerita di atas menyadarkan kita ternyata ada banyak sekali alasan seseorang untuk berbuat baik, salah satunya karena balas dendam. Namun pada nats yang kita baca hari ini mengajarkan sesuatu yang lain. Hendaklah kita memberi dengan sukacita. “Memberi” yang dimaksud bukan hanya sekedar memberi materi. Mungkin memberi nasihat, memberi p...selengkapnya » |
Beberapa waktu lalu saya mendengar cerita seorang Hamba Tuhan tentang jemaatnya. Adalah seorang menantu laki-laki yang sangat perhatian kepada mertuanya. Ketika mertuanya sakit dan berkali-kali harus masuk rumah sakit, dialah orang yang selalu ada mengantar dan menemani mertuanya, bukan anak dari mertuanya atau para iparnya. Bahkan dialah yang menanggung segala biaya pengobatan. Suatu saat si pendeta ini menyatakan kekagumannya kepada sang menantu setia itu. Ketika mendapat pujian itu, si menantu berkata jujur dengan si pendeta. Katanya, ia melakukan semua hal baik bahkan lebih dari semua iparnya kepada mertuanya adalah wujud balas dendamnya kepada si mertua karena dulu saat pacaran dengan anaknya, si mertua sempat memandang sebelah mata kemampuannya untuk membahagiakan putrinya lahir batin (waktu itu dia masih belum punya apa-apa). Dengan melakukan semuanya itu, dia ingin menunjukkan kepada mertuanya bahwa dia mampu menafkahi putrinya.
Cerita di atas menyadarkan kita ternyata ada banyak sekali alasan seseorang untuk berbuat baik, salah satunya karena balas dendam. Namun pada nats yang kita baca hari ini mengajarkan sesuatu yang lain. Hendaklah kita memberi dengan sukacita. “Memberi” yang dimaksud bukan hanya sekedar memberi materi. Mungkin memberi nasihat, memberi pimpinan, memberi teladan, memberi perhatian, dll. Dan hendaknya melakukan semuanya itu dengan sukacita dan dilandasi kesadaran bahwa apa yang kita lakukan hanya sebagian kecil dari wujud ucapan syukur kita atas kasih karunia Tuhan atas kita. Kita tidak bisa membalas semua pengorbanan Tuhan dan anugerah keselamatan-Nya. Yesus dalam hidupnya telah meneladankan bagaimana menunjukkan kemurahan-Nya dengan sukacita.
Seorang tokoh terkenal yang juga dengan sukacita memberi pertolongan dan perhatian adalah Mother Theresa. Dia rela meninggalkan semua kenyamanan hidup demi bisa menolong orang yang tak diperhitungkan. Ia memanusiakan manusia yang dianggap sampah oleh orang lain. Dia tidak memikirkan derajat kehormatannya, status sosialnya, keuntungannya, dan resiko-resiko lain ketika menolong seseorang. Bahkan ia menolong seseorang yang hampir mati dari sebuah kelompok agama tertentu yang menentang aksi sosialnya. Sepertinya tidak ada hasil yang seketika bisa dirasakan. Namun yang membuat saya sadar betapa hebatnya jika kita memberi dengan sukacita adalah jiwa seseorang yang menerima kebaikan kita. Salah satu pasien Mother Theresa dalam akhir hidupnya mengatakan sambil tersenyum, “Selama aku hidup, aku hidup seperti hewan. Namun kini aku akan mati seperti malaikat. Terimakasih.” Bagaimana dengan kita? Maukah kita merasakan keajaiban dari tindakan kita yang didasarkan dengan sukacita? |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|